JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dinilai tak memiliki celah untuk berkelit menindak PDI-P karena melancarkan ajakan memilih padahal belum masa kampanye.
Pengajar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menegaskan bahwa Bawaslu RI berwenang menangani pelanggaran administrasi pemilu yang berkaitan dengan penyelewengan tata cara, prosedur, dan mekanisme tahapan pemilu.
"Sudah jelas, masa kampanye itu baru 28 November," ujar Titi ditemui di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Senin (28/8/2023).
Ia lantas mengatakan, Bawaslu saat ini merupakan hasil evolusi dari panitia pengawas di awal Reformasi, yang sudah dibekali dengan kapasitas anggaran, sumber daya, dan kewenangan yang memadai.
Baca juga: Belum Masa Kampanye, Gibran hingga FX Rudy Sudah Ajak Warga Pilih PDI-P dan Ganjar
Secara regulasi, dalam Pasal 69 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye, partai politik peserta pemilu dilarang melakukan kampanye sebelum masa kampanye dimulai pada 28 November 2023.
Namun, dalam Pasal 79, sebelum masa kampanye partai politik peserta pemilu hanya diperbolehkan melakukan sosialisasi dan pendidikan politik. Tetapi, sosialisasi itu hanya bersifat internal.
Dalam sosialisasi secara internal tersebut, partai politik hanya diperbolehkan memasang bendera secara internal, juga menggelar pertemuan terbatas secara internal dengan terlebih dulu memberi tahu KPU dan Bawaslu.
Selain itu, dalam sosialisasi tersebut, partai politik dilarang memuat unsur ajakan.
Baca juga: Belum Masa Kampanye, Gibran hingga FX Rudy Sudah Ajak Warga Pilih PDI-P dan Ganjar
Titi mengatakan, penyelenggara negara, termasuk Bawaslu RI, harus berlaku adil dan tidak boleh melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta Pemilu 2024, sebagaimana diatur Pasal 282 dan 283 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Menurutnya, membiarkan PDI-P sebagai partai politik peserta pemilu mencuri start kampanye adalah tindakan yang diskriminatif.
Apalagi, PDI-P merupakan satu-satunya partai politik yang melampaui ambang pencalonan presiden.
Terlebih, dalam ajakan memilih yang dilancarkan PDI-P, warga tidak hanya diajak memilih Ganjar, namun juga mencoblos partai politik berlambang banteng itu.
"Kalau kemudian ada tindakan-tindakan yang dianggap memperlakukan tidak sama peserta pemilu itu kan sudah melanggar secara administratif prosedur yang ada di dalam UU Pemilu," kata Titi.
"Maka Bawaslu itu mestinya lebih bisa progresif memanfaatkan otoritas yang sangat besar pada diri mereka di dalam menyelesaikan pelanggaran administratif," ujatnya lagi.
Baca juga: OSO Ungkap Isi Pertemuan Tertutup Hanura dan PDI-P, Bahas KPU hingga MK Terkait Pemilu
Peraturan KPU tentang Kampanye sudah menyerahkan sepenuhnya kewenangan sanksi atas pelanggaran kampanye kepada Bawaslu.