JAKARTA, KOMPAS.com - Kabar tentang sang algojo dari Belanda, Kapten Raymond Pierre Paul Westerling, beberapa kali mencuat setelah dia menghindari pengadilan kembali ke tanah leluhurnya pada 1950.
Pada saat ditugaskan di Sulawesi Selatan, Westerling dan pasukannya menerapkan teror kepada masyarakat sipil buat menghadapi perlawanan pejuang.
Westerling diberi tugas mengamankan wilayah Sulawesi Selatan sekitar 1946 sampai 1947.
Menurut penelitian TNI, sekitar 1.700 warga dan pejuang setempat meninggal akibat aksi brutal Westerling bersama pasukannya.
Baca juga: Raymond Westerling, Hitler dari Belanda
Sedangkan menurut versi militer Belanda, Westerling dan pasukannya merenggut nyawa 1.000 pejuang dan 1.000 warga sipil yang diduga terlibat aksi perlawanan atau dijuluki ekstremis.
Westerling juga menjadi biang keladi gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang meneror penduduk dan aparat keamanan di Bandung dan Jakarta pada 23 Januari 1950.
Upaya pemberontakan itu gagal dan membuat Westerling menjadi buronan. Peristiwa berdarah itu merenggut nyawa 94 prajurit Divisi Siliwangi TNI, termasuk Letkol Lembong.
Meski sempat ditangkap, dia kemudian lari ke Singapura dan Belgia, kemudian tiba di Belanda pada 28 Agustus 1950.
Baca juga: Cerita Abdul Halik Saksikan Langsung Ayahnya Dibunuh Anak Buah Westerling
Kekejaman yang dilakukan Westerling mendapat perhatian dari media internasional sekaligus kecaman dari para pejabat di berbagai negara.
Mengetahui hal itu, Westerling bersembunyi dengan cara berpindah-pindah tempat di sekitar Jakarta. Aksinya pun dibantu oleh operasi rahasia yang diketahui oleh petinggi Belanda di Indonesia.
Pada Februari 1950, Westerling dan keluarganya diselundupkan ke Singapura.
Operasi ini bocor ke media Perancis, yang mengakibatkan Westerling ditangkap oleh polisi Inggris di Singapura dan sempat diadili di Pengadilan Tinggi Singapura pada 15 Agustus 1950. Namun, hakim tidak mengabulkan permohonan pemerintah RIS untuk mengekstradisi Westerling ke Indonesia.
Bahkan Westerling berhasil bebas pada 21 Agustus 1950 dan kemudian pergi ke Belgia dengan ditemani oleh Konsul Jenderal Belanda untuk Singapura, Mr. R. van der Gaag.
Baca juga: Sambut Hari Kemerdekaan, Film The East yang Menceritakan Kekejaman Westerling Layak Ditonton
Dua tahun kemudian, Westerling masuk ke Belanda dan terus dilindungi oleh pemerintah negaranya agar terbebas dari pengadilan. Namun, tidak lama kemudian, Westerling kembali berulah dengan menghina Presiden Soekarno hingga mendapat protes dari Komisaris Tinggi Indonesia.
Lagi-lagi, pengadilan Belanda membebaskan Westerling tanpa tuntutan apa pun.