JAKARTA, KOMPAS.com - Kekejaman seorang opsir militer Belanda, Kapten Raymond Pierre Paul Westerling, yang terjadi pada kurun 1946 sampai 1948 menjadi rangkaian sejarah konflik berdarah pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Situasi politik yang belum stabil ditambah upaya Belanda buat kembali menduduki wilayah jajahannya memicu pertempuran sengit dengan pejuang kemerdekaan di sejumlah daerah.
Metode Westerling yang meneror warga sipil dan melakukan penembakan acak di Sulawesi Selatan dianggap kejam serta melanggar hak asasi manusia. Akan tetapi, sampai wafat pada 1987 dia tak pernah diseret ke pengadilan HAM buat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Dalam majalah Intisari edisi Januari 1988 sempat menuliskan ulang cuplikan kekejaman Westerling, yang dikutip dari buku Westerling de Eenling karya Dominique Vanner.
Baca juga: Mengingat Pembantaian Westerling yang Dilakukan Belanda 73 Tahun Lalu
Di dalam artikel itu diceritakan, Westerling pernah menghabisi seorang pedagang yang dicurigai sebagai agen mata-mata untuk pejuang kemerdekaan bernama Moetalib.
Moetalib kerap bertandang ke sebuah tempat nongkrong golongan elite atau Societeit di Sulawesi Selatan yang menjadi lokasi berkumpulnya para pedagang Belanda sampai Tionghoa.
Westerling juga kerap mencari informasi tentang pergerakan pejuang dengan membangun jaringan di tempat itu.
Dari informasi yang didapat Westerling, Moetalib kerap datang ke tempat itu buat mencari informasi tentang pergerakan prajurit Belanda, lalu diteruskan kepada para pejuang.
Para pejuang kemudian berhasil menyergap pasukan Belanda di lokasi yang tepat. Rekan Westerling, Mayor Le Roy, tewas dalam sebuah penyergapan para pejuang pada 5 Oktober 1946.
Baca juga: Alasan Pemberontakan Westerling Memakai Nama Perang Ratu Adil
Westerling kemudian mendekat Moetalib dan mengajaknya bekerja sama dengan Belanda. Akan tetapi, Moetalib nampaknya tidak tertarik.
Pada suatu saat, Westerling datang ke Societeit khusus buat bertemu dengan Moetalib. Tanpa banyak bicara, dia langsung menuju meja Moetalib dan menyampaikan beberapa patah kata.
"Moetalib, saya sudah tahu semuanya. Saya masih memberikan kesempatan. Hanya sekali ini saja. Saya tidak mau melihat mukamu lagi," kata Westerling.
Mendengar pernyataan Westerling, kemudian disebutkan wajah Moetalib pucat. Moetalib pun tidak pernah muncul di tempat itu.
Sampai pada suatu saat, informan Westerling menyebutkan kalau Moetalib ternyata kembali nongkrong di Societeit tetapi datang lebih pagi.
Baca juga: Ketika Westerling Menantang Diadili Atas Pembantaian di Sulawesi Selatan...
Mendengar laporan itu, Westerling bersama pasukannya langsung datang ke Societeit.