JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra, heran pemerintah dan DPR melempar bola panas untuk menurunkan batas usia minimum calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) kepada mereka.
Padahal, batas usia minimum capres-cawapres 40 tahun, sebagaimana termaktub pada Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, merupakan kebijakan terbuka pembentuk undang-undang (open legal policy). UUD 1945 tidak secara eksplisit mengaturnya.
Hal itu diungkapkan Saldi setelah mendengar pandangan DPR dan pemerintah yang disampaikan dalam sidang pemeriksaan perkara nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023, Selasa (1/8/2023).
"DPR juga implisit sudah setuju dan tidak ada perbedaan di fraksi-fraksinya, kelihatan pemerintah juga setuju. Kan sederhana mengubahnya, dibawa ke DPR, diubah undang-undangnya, pasal itu sendiri, tidak perlu tangan Mahkamah Konstitusi," ungkap Saldi.
Baca juga: Kompak, DPR dan Pemerintah Beri Sinyal Setuju Batas Usia Capres Turun ke 35 Tahun
Dalam petitumnya, DPR dan pemerintah kompak menyerahkan urusan ini ke MK, tanpa sikap tegas yang menyatakan persetujuannya atau penolakannya terhadap permohonan uji materi ini.
"Kalau dibaca implisit keterangan DPR dan pemerintah, walaupun di ujungnya itu menyerahkan kepada kebijaksanaan Yang Mulia Hakim Konstitusi, itu kan bahasanya bersayap, dua-duanya mau ini diperbaiki," tambah Saldi.
Dalam penyampaian keterangannya hari ini, DPR dan pemerintah sama-sama tidak menyampaikan rasionalisasi atas angka batas minimum usia capres-cawapres yang disarankan.
Mereka hanya melempar sinyal setuju terhadap 3 permohonan serupa untuk melonggarkan batas usia minimum capres-cawapres.
Baca juga: Gugat Presidential Threshold, Partai Buruh Mau Ajak 30 Penggugat Sebelumnya ke Sidang MK
Sebagai informasi, perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 diajukan oleh kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi.
PSI meminta, batas usia minimum capres-cawapres 40 tahun dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai "sekurang-kurangnya 35 tahun", seperti ketentuan Pilpres 2004 dan 2009 yang diatur Pasal 6 huruf q UU Nomor 23 Tahun 2003 dan Pasal 5 huruf o UU Nomor 42 Tahun 2008.
Sementara itu, pada perkara nomor 51/PUU-XXI/2023, penggugat merupakan Sekretaris Jenderal dan Ketua Umum Partai Garuda, Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabhana.
Petitum dalam gugatan Partai Garuda persis dengan perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan duo kader Gerindra, yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa.
Mereka meminta agar batas usia minimum capres-cawapres tetap 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
DPR yang diwakili anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman, menyinggung bahwa perubahan dinamika ketatanegaraan perlu dipahami oleh capres sebagai calon penguasa tertinggi suatu negara, sehingga yang bersangkutan perlu memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Ia juga menyinggung bahwa menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk produktif akan sangat berperan dalam beberapa tahun mendatang.