JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diperkirakan akan diuntungkan jika masyarakat bersikap tak acuh atas lambannya legislatif memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan, saat ini masyarakat yang mempunyai kepentingan buat mendorong RUU Perampasan Aset segera dibahas.
Desakan dari masyarakat, kata Lucius, harus dimunculkan karena RUU jika itu segera disahkan akan berdampak luas buat membentu para penegak hukum merampas aset para pelaku kejahatan.
"Dengan demikian desakan publik sesungguhnya yang menentukan RUU ini bisa segera dibahas oleh DPR. Kalau publik, diam itu akan menguntungkan DPR yang memang tak punya motivasi untuk segera membahasnya," kata Lucius saat dihubungi pada Jumat (14/7/2023).
Baca juga: Surpres RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Dibacakan, Arsul: Masih Ada 3 RUU Dibahas di Komisi III
Akan tetapi, jika desakan dari masyarakat tidak cukup kuat, maka Lucius memperkirakan DPR akan mengesampingkan pembahasan RUU Perampasan Aset di tahun politik menjelang pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres).
Menurut Lucius, konsentrasi para politisi dan partai politik akan terbelah dan kemungkinan besar lebih sibuk mengurus cara meraih dukungan dari masyarakat, ketimbang membahas RUU Perampasan Aset.
"Di tahun politik ini, saya kira tak cukup waktu bagi DPR untuk membahas RUU seberesiko Perampasan Aset ini. Kalau saja DPR mau sekedar membahas RUU ini, waktunya saya duga akan terjadi setelah Pemilu 2024," ucap Lucius.
Menurut Lucius, jika DPR membahas RUU itu pasca Pemilu 2024 kemungkinan mereka tidak mengalami tanpa tekanan politis elektoral.
"Saat itu tak ada kewajiban moral bagi DPR untuk mengikuti tuntutan publik seperti yang mereka lakukan saat mengesahkan revisi UU KPK di penghujung periode 2019 lalu," ujar Lucius.
Baca juga: Soal RUU Perampasan Aset, Yasonna: Ya Kita Selesaikan Dong, Itu Prioritas
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyerahkan surat presiden (Surpres) dan naskah RUU itu pada 4 Mei 2023.
Sebenarnya pimpinan DPR diharapkan membacakan surpres dalam rapat paripurna pada Selasa (11/7/2023). Namun, momen yang ditunggu-tunggu ternyata tidak terwujud.
Menurut pemberitaan sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani membeberkan alasan mengapa surpres RUU Perampasan Aset belum juga dibacakan.
“Jadi seperti yang selalu saya sampaikan, DPR sekarang ini memfokuskan untuk bisa menyelesaikan rancangan undang-undang yang ada di setiap komisinya, setiap tahun maksimal dua sesuai dengan tata terbitnya,” ujar Puan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa lalu.
Baca juga: RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Dibahas, Yasonna: Kami Tak Bisa Memerintah DPR
Jika 2 RUU sudah diselesaikan, maka setiap komisi baru dipersilakan membahas RUU yang baru. Namun, jika target 2 RUU belum selesai dibahas, maka tidak akan berlanjut ke dalam pembahasan RUU lain.
Puan mengatakan, saat ini Komisi III DPR tengah membahas sejumlah RUU, yakni revisi UU Narkotika dan perubahan keempat UU Mahkamah Konstitusi (MK).