JAKARTA, KOMPAS.com - Lambannya sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana diduga karena beleid itu bakal mengganggu kepentingan para elite serta partai politik.
"Soal tak adanya motivasi DPR membahas RUU ini saya kira juga punya alasan. Kalau sekilas melihat isi RUU Perampasan Aset, saya kira RUU ini bukan RUU yang sangat menarik dari sisi kepentingan anggota DPR, parpol, dan elite umumnya," kata peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus saat dihubungi pada Jumat (14/7/2023).
Menurut Lucius, RUU Perampasan Aset kemungkinan besar dianggap bakal merugikan para elite politik maka dari itu mereka enggan segera memulai pembahasan.
Bukan tidak mungkin para elite politik khawatir mereka bisa terjerat jika RUU yang mereka bahas itu disahkan di kemudian hari.
Baca juga: Surpres RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Dibacakan, Arsul: Masih Ada 3 RUU Dibahas di Komisi III
"Jika melihat korupsi yang sistemik di Indonesia saat ini, di mana banyak figur elite di lembaga-lembaga negara terjerat korupsi, saya kira mudah juga untuk menebak di antara mereka banyak juga aset-aset yang ilegal," ucap Lucius.
RUU Perampasan Aset, kata Lucius, kemungkinan akan menjadi gangguan untuk DPR atau sejumlah kader partai politik yang berada di parlemen, yang diduga juga menguasai aset-aset ilegal.
"Dengan kata lain RUU Perampasan Aset memang jadi ancaman bagi elite di negara yang korupsinya masih mengakar," ucap Lucius.
Maka dari itu Lucius menilai para politikus di Senayan akan menyiasati buat mengulur waktu memulai pembahasan RUU Perampasan Aset meski sudah terlanjur menerima Surpres dan naskah dari pemerintah.
Baca juga: Soal RUU Perampasan Aset, Yasonna: Ya Kita Selesaikan Dong, Itu Prioritas
"Mulai dari alasan antrean pembahasan sebagaimana yang disampaikan Pimpinan DPR sampai alasan-alasan pembenar lain sekedar untuk menghindar dari proses pembahasan cepat RUU ini," ucap Lucius.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyerahkan surat presiden (Surpres) dan naskah RUU itu pada 4 Mei 2023 lalu.
Sebenarnya pimpinan DPR diharapkan membacakan surpres dalam rapat paripurna pada Selasa (11/7/2023) lalu. Namun, momen yang ditunggu-tunggu ternyata tidak terwujud.
Menurut pemberitaan sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani membeberkan alasan mengapa surpres RUU Perampasan Aset belum juga dibacakan.
“Jadi seperti yang selalu saya sampaikan, DPR sekarang ini memfokuskan untuk bisa menyelesaikan rancangan undang-undang yang ada di setiap komisinya, setiap tahun maksimal dua sesuai dengan tata terbitnya,” ujar Puan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa lalu.
Baca juga: RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Dibahas, Yasonna: Kami Tak Bisa Memerintah DPR
Jika 2 RUU sudah diselesaikan, maka setiap komisi baru dipersilakan membahas RUU yang baru. Namun, jika target 2 RUU belum selesai dibahas, maka tidak akan berlanjut ke dalam pembahasan RUU lain.
Puan mengatakan, saat ini Komisi III DPR tengah membahas sejumlah RUU, yakni revisi UU Narkotika dan perubahan keempat UU Mahkamah Konstitusi (MK).