Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diskusi Bareng ASEAN hingga AS, Menlu Retno: Indo-Pasifik Tidak Boleh Jadi Medan Perang

Kompas.com - 14/07/2023, 14:26 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi menegaskan bahwa kawasan Indo-Pasifik tidak boleh menjadi medan perang baru.

Hal ini disampaikan Retno Marsudi dalam pertemuan Menlu East Asia Summit (EAS) di Jakarta Pusat, Jumat (14/7/2023).

Adapun EAS beranggotakan 18 negara, yaitu anggota ASEAN dan para mitra, termasuk Amerika Serikat (AS), China, Rusia, Jepang, India, Australia, Korea, dan Selandia Baru. EAS merupakan wadah inklusif untuk membahas dinamika di kawasan dan dunia.

"Indo-Pasifik tidak boleh menjadi medan perang lain. Wilayah kami harus tetap stabil, dan kami berniat untuk tetap seperti itu," kata Retno Marsudi dalam pertemuan, Jumat.

Baca juga: Menlu Retno Ajak Korea Selatan Jalin Kemitraan Transformasi Digital dengan ASEAN

Retno mengatakan, masyarakat menaruh harapan besar kepada EAS sebagai satu-satunya forum yang melibatkan semua pemain kunci di kawasan Indo-Pasifik.

Apalagi, saat ini Indo-Pasifik berada di momen yang menentukan. Kawasan ini akan menjadi kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi global dalam 30 tahun ke depan.

Perkembangan penting di bidang teknologi, kedokteran, dan energi terbarukan terjadi setiap hari.

Namun, kata Retno, kawasan ini belum mampu mewujudkan lingkungan yang kondusif untuk mengoptimalkan potensi di kawasan.

"Kecurigaan dan ketidakpastian masih terjadi. Sebagian bahkan menyebut Indo-Pasifik mengalami ‘perang dingin di tempat panas'," ujarnya.

Baca juga: Soal Rusia-Ukraina, Menlu Retno: Indonesia Tak Kenal Lelah Serukan Perdamaian

Lebih lanjut, Retno mengatakan, selain sebagai kontributor pertumbuhan ekonomi, Indo-Pasifik juga harus jadi kontributor untuk perdamaian dan menyebarkan paradigma kolaborasi ke kawasan lain.

Ia mengungkapkan, EAS harus berkontribusi mewujudkan cita-cita kolektif, yaitu kawasan yang damai, stabil, dan inklusif.

“Bayangkan EAS sebagai sebuah kereta, dan komitmen kita terhadap Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (TAC) dan Bali Principles sebagai rel kereta. Kita harus memastikan jalan kita berpapasan, bukan saling menghalangi,” katanya.

Menurut Retno Marsudi, semua pihak harus bekerja sama untuk menjembatani, menanamkan kepercayaan, dan membangun arsitektur kawasan yang inklusif.

Perbedaan yang ada tidak boleh menjadi pemisah, melainkan justru memperkaya upaya kolektif dan menjadi kekuatan.

Baca juga: Bertemu Sergey Lavrov, Menlu Retno Minta Rusia Segera Teken Traktat Bebas Senjata Nuklir ASEAN

Retno lantas mengutip falsafah "Bhinneka Tunggal Ika" yang mengandung makna dari perbedaan dapat tercipta harmoni untuk mewujudkan agenda bersama.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com