Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Pemilu 2024: Jangan Remehkan Golput Politik

Kompas.com - 06/07/2023, 07:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ANGKAgolongan putih” (golput) – warga negara yang tidak menggunakan hak pilih – dalam pemilu era reformasi cenderung meningkat.

Pada Pemilu 1999, pemilu pertama era reformasi, hanya 7,3 persen. Angka itu naik pada Pemilu 2004 menjadi 15,91 persen.

Pada Pemilu 2009 meningkat tajam menjadi 29,1 persen. Lalu, menurun menjadi 24,89 persen pada Pemilu 2014. Naik lagi menjadi 29,68 persen pada Pemilu 2019.

Dibandingkan dengan pemilu era Orde Baru (Orba), persentase golput era reformasi jauh lebih tinggi. Enam kali pemilu era Orba angka golput paling tinggi 6,4 persen. Itu terjadi pada pemilu terakhir era Orba, yakni Pemilu 1997.

Saya kira wajar. Partisipasi politik di zaman Orba dimobilisasi secara otoriter. Orang cenderung takut bila tidak menggunakan hak pilih.

Berbeda dengan era reformasi, orang bebas mengekspresikan hak politiknya. Tidak hadir di bilik suara pun tidak dibayangi ketakutan.

Golput juga muncul pada pemilihan presiden (pilpres). Pada Pilpres 2009, sebanyak 28,09 persen. Meningkat pada Pilpres 2014, menjadi 30,42 persen. Pada pilpres 2019, menurun secara signifikan tinggal 19,24 persen.

Golput memang tidak berpengaruh terhadap keabsahan pemilu. Anggota DPR/DPRD terpilih tetap sah dan dilantik. Pasangan presiden – wakil presiden terpilih tetap sah dan dilantik.

Meski demikian, golput politik tidak bisa diremehkan.

Secara umum, ada dua kategori golput. Pertama, golput yang dilatarbelakangi faktor teknis pemilu. Misal, tidak terdaftar sebagai pemilih, tidak memperoleh kartu pemilih, dan alasan-alasan lain yang bersumber pada masalah teknis penyelenggaraan pemilu.

Golput karena faktor teknis tak perlu dikhawatirkan. Golput jenis ini akan berkurang jika kualitas penyelenggaraan pemilu baik.

Kedua, golput yang dilatarbelakangi faktor politis. Inilah golput yang sesungguhnya. Golput jenis ini sudah muncul sebagai isu politik sejak pemilu pertama Orba tahun 1971.

Saat itu kemunculannya dilatarbelakangi isu sistem dan kelembagaan politik. Sistem politik kepartaian dan pemilu berada dalam kontrol ketat rezim Orba. Muncullah sebutan “pemilu seolah-olah”, dalam bahasa Jawa “pemilu ethok-ethok”.

Sejumlah intelektual lalu memelopori untuk tidak menggunakan hak pilih. Tidak ada gunanya hak pilih diberikan kepada rakyat, karena semua telah diatur oleh rezim penguasa.

Partai politik hanya boneka penguasa. Calon anggota DPR/DPRD pun diseleksi penguasa. Siapapun yang terpilih adalah orangnya rezim penguasa.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com