Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Putuskan Uji Materi UU Pemilu Hari Ini, Akhiri Perjalanan Kontroversi Sistem Terbuka-Tertutup

Kompas.com - 15/06/2023, 05:30 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Nasib uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ditentukan Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (15/6/2023) hari ini. MK menjadwalkan sidang putusan perkara tersebut digelar pada pukul 09.30 WIB.

Lewat sidang itu, ketuk palu hakim MK akan menentukan, apakah sistem pemilu di Indonesia tetap proporsional terbuka, atau diubah menjadi proporsional tertutup.

Banyak mata menantikan hasil uji materi perkara ini. Sebab, berkali-kali muncul perbedaan pandangan mengenai sistem pemilu yang ideal diterapkan di Indonesia.

Apalagi, sempat heboh beredar kabar yang menyebutkan bahwa putusan MK terkait perkara tersebut bocor. Mahkamah disebut-sebut bakal mengabulkan gugatan dan mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

Padahal, kala itu, sidang masih bergulir dan belum sampai ke babak putusan.

Baca juga: MK Putuskan Gugatan Sistem Pemilu pada 15 Juni

Uji materi

Uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menyoal sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu.

Lewat gugatan tersebut, enam pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

Adapun Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi, “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”.

Para pemohon berpendapat, sistem pemilu proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. Sebab, Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 UUD 1945 menerangkan bahwa anggota DPR dan DPRD dipilih dalam pemilu, di mana pesertanya adalah partai politik.

Sementara, dengan sistem pemilu terbuka, pemohon berpandangan, peran parpol menjadi terdistorsi dan dikesampingkan. Sebab, calon legislatif terpilih adalah yang mendapat suara terbanyak, bukan yang ditentukan oleh partai politik.

Baca juga: Maju Mundur Demokrasi Dalam Sistem Proporsional Pemilu

Para pemohon yang berniat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada pemilu pun merasa dirugikan dengan sistem pemilu proporsional terbuka. Sistem tersebut dinilai menimbulkan persaingan yang tidak sehat yang menitikberatkan pada aspek popularitas dan kekuatan modal calon anggota legislatif.

“Sehingga, kader partai yang memiliki pengalaman berpartai dan berkualitas kalah bersaing dengan calon yang hanya bermodal uang dan popularitas semata,” demikian argumen para pemohon dikutip dari dokumen permohonan uji materi.

“Apabila sistem proporsional tertutup diterapkan, maka kader-kader yang sudah berpengalaman di kepartaian memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota DPR dan DPRD meskipun tidak memiliki kekuatan modal dan popularitas,” lanjut pemohon.

Ditolak 8 fraksi

Rupanya, judicial review terhadap ketentuan sistem pemilu menuai respons keras dari Parlemen. Awal Januari 2023, delapan dari sembilan fraksi DPR RI menyatakan penolakan terhadap sistem pemilu proporsional tertutup.

Kedelapan fraksi itu yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Hanya satu fraksi yang tak ikut menyatakan penolakan, yakni PDI Perjuangan.

Baca juga: Denny Indrayana Khawatir Putusan MK soal Sistem Pemilu Picu Penundaan Pesta Demokrasi

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com