Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Putuskan Uji Materi UU Pemilu Hari Ini, Akhiri Perjalanan Kontroversi Sistem Terbuka-Tertutup

Kompas.com - 15/06/2023, 05:30 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

Berikut 3 poin penting yang disampaikan delapan fraksi DPR RI dalam pernyataan sikapnya:

  • Bahwa kami akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju;
  • Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU Nomor Tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia;
  • Mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai amanat Undang-Undang, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun, kecuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Isu kebocoran

Meski mendapat penolakan, proses uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tetap bergulir di MK. Mahkamah menggelar serangkaian persidangan atas perkara tersebut.

Tiba-tiba, pada akhir Mei kemarin, muncul kabar kebocoran putusan MK. Persoalan ini bermula dari kicauan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana di akun Twitter pribadinya, @dennyindrayana.

Lewat akun tersebut, Minggu (28/5/2023), Denny menuliskan bahwa dirinya mendapat informasi MK akan mengabulkan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 yang pada pokoknya mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

Denny tak mengungkap sumber informasi tersebut. Pakar hukum tata negara itu hanya memastikan, kabar tersebut dia dapat dari informan yang kredibel, patut dipercaya, dan bukan dari hakim MK.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan hakim konstitusi," tulis Denny di akun media sosialnya, sebagaimana dikutip setelah dikonfirmasi Kompas.com, Senin (29/5/2023).

Berdasarkan informasi yang ia dapat, kata Denny, enam dari sembilan hakim MK mengabulkan gugatan. Sementara, tiga lainnya menyatakan pendapat yang berbeda atau dissenting opinion.

Denny pun menyatakan ketidaksetujuannya jika pemilu kembali menerapkan sistem proporsional tertutup. Sebab, dengan sistem tersebut, pemilih dalam pemilu hanya akan memilih tanda gambar partai tanpa mengetahui orang-orang yang akan menjadi wakil mereka di legislatif.

“Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif,” ujarnya.

Kacau

Kabar bocornya putusan MK ini pun langsung direspons delapan dari sembilan fraksi DPR. Masih dengan formasi yang sama, delapan fraksi yakni Golkar, Gerindra, PKB, Nasdem, Demokrat, PKS, PAN, PPP, kecuali PDI-P, menegaskan penolakan mereka terhadap sistem pemilu proporsional tertutup.

Menurut delapan fraksi, banyak implikasi yang akan terjadi jika sistem pemilu terbuka yang sudah berlangsung sejak 2008 itu tiba-tiba diubah. Apalagi, proses Pemilu 2024 sudah berjalan sampai tahapan pendaftaran bakal calon legislatif.

Delapan fraksi partai politik di DPR menyatakan salam komando usai konferensi pers menyikapi sistem pemilu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA Delapan fraksi partai politik di DPR menyatakan salam komando usai konferensi pers menyikapi sistem pemilu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Delapan fraksi DPR itu pun mengeklaim sistem pemilu proporsional terbuka merupakan kehendak rakyat, sehingga berharap MK tak mengubahnya.

"Maka kita meminta supaya tetap sistemnya terbuka," kata Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Kahar Muzakir mewakili delapan fraksi DPR RI dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Desas-desus ini pun membuat Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun gunung. Menurut SBY, mengubah sistem pemilu ketika tahapan pemilu sedang berlangsung bakal mengacaukan situasi.

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu pun mempertanyakan urgensi perubahan sistem pemilu kepada MK.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com