JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, mengancam akan memidanakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU) jika petugasnya kembali diusir saat mengawasi tahapan penyusunan daftar pemilih.
"Kalau misalnya terjadi lagi pengusiran terhadap teman-teman panwascam (panitia pengawas kecamatan) pada saat rekapitulasi daftar pemilih, kami akan pidanakan," kata Bagja kepada wartawan, Senin (12/6/2023).
"Kami pidanakan menggunakan Pasal 512 (UU Pemilu). Kita diusir lho," ujarnya menegaskan kembali.
Bagja mengatakan, sebelumnya terjadi peristiwa itu terjadi di dua kabupaten dalam satu provinsi yang sama, ketika rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) beberapa waktu lalu.
Baca juga: Bawaslu Siapkan Mitigasi Pengawasan Surat dan Kotak Suara Pemilu 2024
Sebagai informasi, tahapan pemutakhiran daftar pemilih saat ini sudah memasuki penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT), terhitung sejak 21 Mei 2023.
"Kami protes, (dalam pengawasan) DPS, ada (pengawas) yang disuruh keluar. Apa-apaan!" kata Bagja.
Pasal 512 UU Pemilu yang disinggung Bagja mengatur bahwa setiap anggota KPU di segala jenjang, termasuk badan ad hoc di bawah KPU, dapat diancam pidana maksimum tiga tahun penjara dan denda paling banyak Rp 36 juta.
Hal ini berlaku jika mereka tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam setiap tahapan pemutakhiran data serta penyusunan dan pengumuman daftar pemilih, yang pada akhirnya merugikan warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih.
"KPU itu bagian dari kami, penyelenggara pemilu, penyelenggara utama, jika kami diusir berarti kami bukan penyelenggara sepertinya," ujar Bagja.
Baca juga: Bawaslu Didesak Tegur KPU soal Dihapusnya Wajib Lapor Sumbangan Kampanye Pemilu 2024
Bagja lantas membandingkan keadaan ini dengan saat Bawaslu juga mengaku kesulitan mengakses data keanggotaan partai politik dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU pada semester kedua 2022, saat pendaftaran dan verifikasi calon peserta Pemilu 2024 berlangsung di KPU.
"Ada apa lagi, pertanyaannya, apakah tidak mau diawasi? Jangan sampai lagi ditutup-tutupi lah," katanya.
Bagja kemudian meminta KPU tidak berlindung di balik dalih kerahasiaan data pribadi. Menurutnya, hal itu ganjil karena pantarlih yang secara entitas tidak disebutkan dalam Undang-undang Pemilu diberikan data tersebut untuk melakukan coklit.
Sementara itu, Bawaslu merupakan lembaga negara penyelenggara pemilu yang sifatnya resmi dan bertugas mengawasi kinerja KPU.
"Pantarlih kan panitia, KPU membuka data daftar pemilih. Tapi, kepada bawaslu, KPU tidak membukanya. Ada apa? Pertanyaannya itu. Buka dong," ujar Bagja.
Baca juga: Diusir KPU saat Awasi Daftar Pemilih, Bawaslu: Apa-apaan!
Persoalan transparansi data KPU yang menyulitkan Bawaslu ini menjadi isu yang terjadi di segala tahapan pemilu.