Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawaslu Ancam Pidanakan KPU Usai Anggotanya Diusir Saat Awasi Daftar Pemilih

Kompas.com - 12/06/2023, 17:15 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, mengancam akan memidanakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU) jika petugasnya kembali diusir saat mengawasi tahapan penyusunan daftar pemilih.

"Kalau misalnya terjadi lagi pengusiran terhadap teman-teman panwascam (panitia pengawas kecamatan) pada saat rekapitulasi daftar pemilih, kami akan pidanakan," kata Bagja kepada wartawan, Senin (12/6/2023).

"Kami pidanakan menggunakan Pasal 512 (UU Pemilu). Kita diusir lho," ujarnya menegaskan kembali.

Bagja mengatakan, sebelumnya terjadi peristiwa itu terjadi di dua kabupaten dalam satu provinsi yang sama, ketika rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) beberapa waktu lalu.

Baca juga: Bawaslu Siapkan Mitigasi Pengawasan Surat dan Kotak Suara Pemilu 2024

Sebagai informasi, tahapan pemutakhiran daftar pemilih saat ini sudah memasuki penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT), terhitung sejak 21 Mei 2023.

"Kami protes, (dalam pengawasan) DPS, ada (pengawas) yang disuruh keluar. Apa-apaan!" kata Bagja.

Pasal 512 UU Pemilu yang disinggung Bagja mengatur bahwa setiap anggota KPU di segala jenjang, termasuk badan ad hoc di bawah KPU, dapat diancam pidana maksimum tiga tahun penjara dan denda paling banyak Rp 36 juta.

Hal ini berlaku jika mereka tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam setiap tahapan pemutakhiran data serta penyusunan dan pengumuman daftar pemilih, yang pada akhirnya merugikan warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih.

"KPU itu bagian dari kami, penyelenggara pemilu, penyelenggara utama, jika kami diusir berarti kami bukan penyelenggara sepertinya," ujar Bagja.

Baca juga: Bawaslu Didesak Tegur KPU soal Dihapusnya Wajib Lapor Sumbangan Kampanye Pemilu 2024

Bagja lantas membandingkan keadaan ini dengan saat Bawaslu juga mengaku kesulitan mengakses data keanggotaan partai politik dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU pada semester kedua 2022, saat pendaftaran dan verifikasi calon peserta Pemilu 2024 berlangsung di KPU.

"Ada apa lagi, pertanyaannya, apakah tidak mau diawasi? Jangan sampai lagi ditutup-tutupi lah," katanya.

Bagja kemudian meminta KPU tidak berlindung di balik dalih kerahasiaan data pribadi. Menurutnya, hal itu ganjil karena pantarlih yang secara entitas tidak disebutkan dalam Undang-undang Pemilu diberikan data tersebut untuk melakukan coklit.

Sementara itu, Bawaslu merupakan lembaga negara penyelenggara pemilu yang sifatnya resmi dan bertugas mengawasi kinerja KPU.

"Pantarlih kan panitia, KPU membuka data daftar pemilih. Tapi, kepada bawaslu, KPU tidak membukanya. Ada apa? Pertanyaannya itu. Buka dong," ujar Bagja.

Baca juga: Diusir KPU saat Awasi Daftar Pemilih, Bawaslu: Apa-apaan!

Persoalan transparansi data KPU yang menyulitkan Bawaslu ini menjadi isu yang terjadi di segala tahapan pemilu.

Pada tahapan pemutakhiran daftar pemilih, friksi KPU dan Bawaslu terkait transparansi telah terjadi sejak tahapan pertama, yaitu pencocokan dan penelitian (coklit) dalam penyusunan DPS.

Pada Februari lalu, Bagja mengatakan, Bawaslu akan melaporkan KPU karena tidak dibagi akses data pemilih menyebabkan pihaknya kesulitan melakukan pengawasan coklit.

Hal ini, menurut Bagja, bertentangan dengan pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Konsolidasi Nasional Bawaslu pada 17 Desember 2022.

"Bapak Presiden Joko Widodo mengingatkan jika ada lembaga pemerintah yang menghalang-halangi Bawaslu untuk mengakses data pemilih, maka laporkan kepada Presiden. Kami akan laporkan," ujar Bagja kepada wartawan pada 15 Februari 2023.

"Ini sebenarnya sudah tegas Pak Presiden ngomong seperti itu dan sekarang kami akan melakukan itu," katanya melanjutkan.

Baca juga: Bawaslu Kesulitan Proses Ijazah Palsu Bacaleg karena KPU Tak Beri Akses Penuh

Dalam acara Konsolidasi Nasional Bawaslu, Presiden Jokowi mengingatkan agar Bawaslu bekerja keras mengawasi penyusunan daftar pemilih tetap (DPT). Alasannya, setiap pemilu DPT selalu menjadi polemik dan menjadi tudingan kecurangan.

"Saya berharap Bawaslu benar-benar bekerja keras mengawasi proses penyusunan DPT ini," kata Jokowi, dikutip situs resmi Bawaslu RI.

Kemudian, mantan Gubernur DKI itu menegaskan agar Bawaslu melaporkan kepadanya jika ada dari pihak pemerintah yang menghambat dan tidak kooperatif.

"Nanti, Pak Rahmat Bagja laporkan ke saya. Karena urusan DPT ini sangat krusial dari tahun ke tahun dan sangat memengaruhi kepercayaan masyarakat kita. Hati-hati mengenai ini (daftar pemilih) dan mungkin yang terberat karena melibatkan jumlah pemilih yang sangat besar," ujar Jokowi.

Baca juga: KPU Hapus Wajib Lapor Sumbangan Kampanye, Tugas Berat Disebut Menanti Bawaslu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com