JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (Pepabri) Agum Gumelar mengatakan, penempatan perwira aktif TNI di lembaga sipil harus didasari oleh permintaan lembaga tersebut.
Hal ini ia sampaikan saat dimintai tanggapan soal revisi Undang-Undang TNI yang mengatur bahwa anggota TNI aktif dapat mengisi lebih banyak jabatan di lembaga-lembaga sipil.
"Kalau tidak ada permintaan, jangan coba-coba beri atau TNI kirim orang ke sana, itu salah itu, itu yang dicaci maki oleh rakyat waktu itu," kata Agum di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/5/2023).
Baca juga: Soal Revisi UU TNI, Panglima Yudo: Yang Sudah Tidak Relevan, Kami Revisi
Pensiunan TNI berpangkat jenderal ini menjelaskan, di masa lalu, perwira-perwira TNI dapat bertugas di lembaga sipil karena adanya permintaan dari rakyat atau lembaga itu sendiri.
Misalnya, Agum mengeklaim, posisi kepala daerah yang kerap diisi oleh perwira militer di masa Orde Baru merupakan hasil dari aspirasi masyarakat.
"Kalau katakanlah di satu kabupaten, rakyat aspirasinya bupatinya seorang militer, maka diproses ini, diajukan kepada korem, diajukan ke kodam, diajukan ke mabes, ada permintaan," kata Agum.
Tanpa permintaan itu, kata Agum, TNI tidak bisa menempatkan perwiranya bertugas di lembaga sipil.
"Tidak bisa, harus ada permintaan. Tetapi memang suatu ketika permintaan ini direkayasa, itu yang salah," ujar mantan komandan jenderal Kopassus itu.
Untuk diketahui, Markas Besar TNI tengah menggodok rencana perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dalam rencana perubahan itu, prajurit diusulkan bisa menduduki jabatan sipil lebih banyak. Berdasarkan UU saat ini, prajurit TNI bisa menduduki jabatan sipil di delapan kementerian/lembaga.
Adapun kementerian yang dimaksud Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Sementara itu, di dalam usulan baru, wewenang untuk menduduki jabatan sipil diperluas ke Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Staf Kepresidenan, BNPT, BNPB, Badan Nasional Pengamanan Perbatasan, Bakamla, Kejaksaan Agung, dan kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden.
Baca juga: Anggota Komisi I Anggap Tak Tepat Usulan TNI Jadi Alat Keamanan Negara pada Revisi UU TNI
Menanggapi hal ini, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono mengatakan, banyak prajurit TNI aktif yang memiliki wawasan mengenai kepentingan nasional serta keahlian yang dibutuhkan oleh kementerian atau lembaga.
“Tentunya prajurit TNI aktif yang masuk kementerian atau lembaga adalah mereka yang memang punya keahlian yang dibutuhkan. Jadi, tidak sekadar memasukan prajurit aktif TNI ke jabatan-jabatan sipil,” tutur Julius.
Di sisi lain, lanjut Julius, spektrum ancaman saat ini juga tidak lagi militer, tetapi juga banyak yang nirmiliter.
"Prajurit TNI sejak awal dilatih untuk cepat tanggap dan memiliki kedisiplinan organisasi yang baik. Kita lihat saja dalam penanganan Covid-19 yang lalu, peran para prajurit TNI aktif sangat signifikan bagi bangsa Indonesia menanggulangi Covid-19,” kata Julius.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.