Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tegaskan Perdagangan Karbon Indonesia Bersifat Terbuka, tetapi Harus Terdaftar

Kompas.com - 04/05/2023, 09:06 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, kebijakan perdagangan karbon di Indonesia bersifat terbuka tetapi harus teregistrasi (terdaftar).

Menurutnya hal tersebut sudah diputuskan dalam rapat bersama Presiden Joko Widodo pada Rabu (3/5/2023).

“Sudah diputuskan bahwa karbon di Indonesia sifatnya itu terbuka tapi harus teregistrasi,” ujar Bahlil dilansir dari siaran pers di laman resmi Sekretariat Kabinet, Kamis (4/5/2023).

Baca juga: Cerita Bahlil, Investor Mau Presiden RI Nanti kayak Jokowi

Dia menjelaskan, mekanisme tata kelola perdagangan karbon di Indonesia berada di dalam bursa karbon yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Lalu untuk registrasi akan dilakukan melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Perdagangan karbon merupakan jual beli sertifikat pengurangan emisi karbon dari kegiatan mitigasi perubahan iklim.

Adapun bursa karbon merupakan sistem yang mengatur pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, dan status kepemilikan unit karbon.

“Registrasinya cuma sekali Sebelum masuk ke bursa karbon diregistrasi dulu oleh LHK, setelah itu baru bisa melakukan perdagangan di bursa karbon," ungkap Bahlil.

Baca juga: Selain Produksi Mobil Listrik, Honda Bakal Bikin Pabrik Netral Karbon

"Setelah melakukan perdagangan bursa karbon, dia bisa melakukan trading seperti trading saham biasa,” lanjutnya.

Lebih lanjut Bahlil mengungkapkan bahwa di dalam rapat bersama Presiden, pemerintah juga menyepakati bahwa harga karbon di Indonesia tidak boleh dijual di pasar karbon yang lain di luar negeri.

Dia menegaskan pemerintah tidak ingin potensi penangkapan karbondioksida di Indonesia yang sangat besar justru dikapitalisasi oleh negara tetangga.

“Jangan negara tetangga yang tidak mempunyai penghasil karbon, tidak punya tempat CO2, tapi dia membuka bursa karbon itu, kita tidak ingin. Barang, aset milik negara harus dikelola maksimal oleh negara dan harus pendapatan untuk negara,” jelas Bahlil.

Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, perdagangan karbon akan menggunakan sistem berbasis elektronik.

Dengan begitu nantinya dapat memudahkan dalam melakukan penelusuran.

“Perdagangannya kan menggunakan elektronik, electronic trading system, dan berbasis kepada teknologi yang tentunya bisa melakukan traceability terhadap situasi karbon itu berasal dari hutan yang mana, ataupun industri yang mana, ataupun energi yang mana," tutur Airlangga.

Baca juga: Jokowi Bahas Persiapan Mekanisme Pasar Karbon Indonesia dengan Sejumlah Menteri

Dia menjelaskan, pemerintah Indonesia telah menetapkan target nationally determined contribution (NDC) sebesar 29 hingga 41 persen pada 2030 serta net zero emmision (NZE) atau nol emisi pada 2060.

Dalam dokumen NDC tersebut, Indonesia menargetkan pengurangan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri, dan sebesar 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

“Indonesia kan punya NDC, target NDC. Nah, perdagangan karbon ini tentu juga untuk mengukur kepatuhan Indonesia terhadap NDC,” tambah Airlangga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com