Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Kebijakan Nasional Tak Selesaikan Masalah Struktural di Papua

Kompas.com - 15/04/2023, 03:54 WIB
Singgih Wiryono,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Koordinator Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Tioria Pretty mengatakan, kebijakan nasional tidak menyelesaikan masalah struktural di Papua.

Hal itu disampaikannya dalam membacakan kesimpulan hasil riset buku "Gagal Menyentuh Akar Konflik dalam Balutan Ilusi Pembangunan," yang dikeluarkan Kontras.

"Kesimpulan dalam riset ini ada tiga. Pertama, kebijakan nasional di Papua tidak menyelesaikan masalah struktural di Papua," ujar Pretty dalam diskusi virtual tersebut, Jumat (14/4/2023).

Menurut Pretty, berbagai kebijakan justru makin menegaskan kentalnya kepentingan pusat, bukan kepentingan Papua.

Baca juga: Pemerintah Dinilai Selalu Menolak Usul Dialog Damai dengan KKB Papua

Terlebih, agenda tersebut terkesan sangat dipaksakan walaupun mendapatkan banyak penolakan. Hal itu tercermin dalam gelombang yang dilakukan oleh Orang Asli Papua (OAP), bukan hanya di Papua saja.

"Kebijakan pemerintah pusat justru memiliki kecenderungan diarahkan pada akselerasi agenda, khususnya eksploitasi sumber daya alam dan dalih stabilitas keamanan," kata Pretty.

Selain itu, menurutnya, pola pengambilan kebijakan yang ada selama ini akhirnya berbuah pada kesan sentralistik, elitis, teknokratis, dan birokratis.

"Proyek-proyek dengan label NKRI harga mati dan pembangunan untuk kesejahteraan, dipaksakan pemerintah pusat walaupun tak berimplikasi signifikan pada penyelesaian konflik di Papua," ujar Pretty.

Oleh karena itu, Kontras mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama DPR RI harus mengganti pola pengambilan keputusan di Papua, terlebih yang bersifat stragetis.

"Pola-pola buruk seperti halnya pemaksaan kebijakan, merasa paling tahu, tergesa-gesa, dan serampangan harus dihentikan. Pemerintah harus memperbaiki penyelenggaran kebijakan secara tulus, terbuka, transparan, dan akuntabel," kata Pretty.

Baca juga: Amnesty International: Penangkapan 76 Aktivis Papua Bukti Penegak Hukum Belum Hargai Aktivisme Damai

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com