Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengadu ke DKPP, KAMMI: KPU Lalai Siapkan Bukti Hadapi Gugatan Prima di PN Jakpus

Kompas.com - 07/03/2023, 15:07 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menilai jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) lalai dalam mempersiapkan bukti menghadapi gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang disidangkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Kelalaian ini dianggap menjadi sebab PN Jakpus pada akhirnya memenangkan Prima dalam gugatan ini dan menyatakan KPU melakukan perbuatan melawan hukum serta menghukumnya menunda Pemilu 2024.

"Kami tidak hanya melihat dari sisi majelis hakimnya saja, tapi kelalaian KPU mempersiapkan alat bukti," ujar Kepala Bidang Polhukam PP KAMMI, Rizki Agus Saputra, ditemui wartawan setelah menyerahkan aduan atas para komisioner KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Selasa (7/3/2023).

Baca juga: Dianggap Remehkan Gugatan Prima di PN Jakpus, Pimpinan KPU Dilaporkan ke DKPP

"Dia (KPU) hanya fokus terhadap partai yang tidak lolos verifikasi saja (Prima) dan fokus terhadap kewenangan absolut yang dimiliki oleh hakim," tambahnya.

KAMMI menilai bahwa KPU RI sejak awal seharusnya mengadukan majelis hakim PN Jakpus ke Komisi Yudisial karena bersikeras menganggap diri berwenang mengadili gugatan perdata dari Prima dan menganggap gugatan partai tersebut tidak kabur.

Sebab, KPU RI sejak awal telah menganggap PN Jakpus tak berwenang mengadili perkara ini. Hal itu disampaikan oleh KPU lewat eksepsi mereka yang ditolak majelis hakim PN Jakpus.

Setelahnya, dalam rangkaian persidangan, KPU RI disebut tidak mengirim saksi sama sekali, meskipun telah menyertakan puluhan alat bukti ke PN Jakpus.

Baca juga: KPU Ajukan Banding Pekan Ini soal Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu

KPU RI juga tidak mengirim pengacara dalam rangkaian sidang.

Atas hal ini, Kompas.com telah mengonfirmasi kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sejak kemarin namun belum mendapatkan tanggapan.

"Yang kami soroti saat ini, mereka tidak mempersiapkan substansi mereka untuk melawan. Ketika mereka sudah melanjutkan (sidang) dan tidak melapor ke KY, artinya kan KPU ikut alur main, artinya mereka itu harus mempersiapkan sejak dini apa saja bukti-bukti yang harus dipersiapkan supaya menang," jelas Rizki.

"KPU telah gagal melindungi marwah KPU, dan berpotensi menghilangkan kepercayaan publik karena publik akan bertanya-tanya, ini pemilu akan dilanjutkan atau ditunda," ia menambahkan.

KAMMI menilai para pimpinan KPU RI melanggar kode etik Pasal 15 huruf a Peraturan DKPP tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum yang berbunyi, "Dalam melaksanakan prinsip profesionalitas, penyelenggara bersikap dan bertindak memelihara dan menjaga kehormatan lembaga."

Baca juga: Kata Jubir PN Jakpus soal Rencana Pemanggilan Ketua PN Jakpus Terkait Putusan Penundaan Pemilu

Sebelumnya diberitakan, PN Jakpus menghukum KPU "tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu" dan "melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari", yang berimbas pada penundaan pemilu.

Putusan itu mengabulkan gugatan perdata yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang merasa dirugikan oleh KPU karena dinyatakan tidak memenuhi syarat verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024, sehingga tak bisa ambil bagian dalam Pemilu 2024.

Selain itu, jajaran komisioner dan staf KPU juga dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com