JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyoroti dua hal terkait laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai transaksi ganjil pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo.
PPATK menyatakan telah mengirimkan laporan mengenai transaksi ganjil Rafael ke KPK sejak 2012. Namun, laporan itu baru diproses belakangan ini.
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman mengatakan, pemrosesan yang baru dilakukan belakangan ini merupakan bukti aparat penegak hukum, khususnya KPK belum memiliki basis data mengenai kekayaan pejabat.
“Seharusnya bisa dibuat dengan integrasi di e-KTP dengan menggunakan NIK, sehingga bisa diketahui mengenai kekayaan di rekening perbankan, saham, reksadana, kendaraan bermotor, tanah, atau jenis kekayaan lain bahkan sampai ke kripto,” kata Zaenur saat dihubungi, Senin (27/2/2023).
“Nah yang jadi masalah ketiadaan sistem yang mengintegrasikan itu semua, ya aparat penegak hukum, dalam hal ini KPK, terbatas dalam melakukan analisis,” ujar Zaenur.
Baca juga: Brigjen Rafael Granada Resmi Jabat Danpaspampres, Ini Harapan Panglima Yudo
Menurut Zaenur, KPK selama ini pasti sudah menganalisis ratusan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tetapi tidak efektif karena bersifat manual.
“Karena belum ada basis data yang menjelaskan kekayaan yang dimiliki seseorang. Kalau sudah terintegrasi maka bisa memudahkan deteksi kalau ada harta kekayaan yang belum dilaporkan, misalnya dalam diskursus Rafael Alun ini kan ada hartanya yang belum dilaporkan dalam LHKPN,” kata Zaenur.
Kedua, menurut Zaenur, soal ketiadaan aturan hukum yang efektif untuk merampas hasil kejahatan pejabat.
Oleh karena itu, ia mengusulkan agar RUU perampasan aset hasil kejahatan segera dibahas dan disahkan.
“Aparat penegak hukum juga tidak boleh mengabaikan LHA (laporan hasil analisis) yang dikirimkan oleh PPATK,” ujar dia lagi.
Adapun harta kekayaan Rafael senilai Rp 56,1 miliar yang tercantum dalam LHKPN menjadi sorotan. Kekayaannya dinilai tidak sesuai dengan jabatannya.
Baca juga: Gaya Hidup Rafael Jadi Sorotan, Wakil Ketua DPR: Tak Semua Pejabat Pajak Berperilaku Sama
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus transaksi ganjil Rafael. Ia diduga menggunakan nominee atau orang lain untuk membuka rekening dan melakukan transaksi.
PPATK telah mengirimkan hasil analisis transaksi mencurigakan Rafael ke KPK sejak 2012. ??
“Signifikan tidak sesuai profile yang bersangkutan dan menggunakan pihak-pihak yang patut diduga sebagai nominee atau perantaranya,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Sementara itu, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri juga mengatakan bahwa KPK telah melakukan analisis Laporan Hasil Analisis (LHA) mengenai transaksi mencurigakan Rafael.
Hasil pemeriksaan KPK kemudian diserahkan ke Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) Kementerian Keuangan.
“Tentu untuk tindak lanjut analisis LHKPN oleh KPK. Jadi ini kan ranahnya masih dalam proses pemeriksaan administratif di LHKPN KPK ya,” kata Ali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.