Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi Korupsi Politik Jelang Pemilu, Pemerintah-DPR Dinilai Belum Maksimal Tutup Celah

Kompas.com - 02/02/2023, 23:44 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sampai saat ini belum bisa mewujudkan kepastian hukum buat menjamin prinsip integritas diterapkan dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang.

Menurut Koordinator ICW Agus Sunaryanto, dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pilkada masih memperbolehkan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai kepala daerah maupun anggota legislatif.

Dia menyampaikan hal itu menanggapi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 yang menurun. Salah satu faktor penyumbang penurunan skor IPK Indonesia adalah persoalan korupsi dalam sistem politik.

"Sekalipun sudah ada putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang melarangnya dengan skema pembatasan waktu jeda lima tahun, namun dapat dilihat bahwa sikap pemerintah dan DPR sebenarnya masih menginginkan mereka dapat kembali berkompetisi. Sebab, perubahan ketentuan itu bukan berasal dari pembentuk UU, melainkan karena putusan MK," kata Agus dalam keterangan pers yang dikutip pada Kamis (2/2/2023).

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Terjun Bebas, Wakil Ketua KPK: Jadi Kerisauan dan Ironi Kita

Sampai saat ini, DPR belum merevisi UU Pemilu utamanya terkait klausul calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia yang masih memperbolehkan mantan terpidana korupsi mendaftarkan diri.

"Hal ini tentu bertolak belakang dengan narasi pemerintah yang kerap kali menjadikan isu pemberantasan korupsi sebagai pijakan utama," ucap Agus.

Persoalan lain yang menghantui menjelang Pemilu menurut Agus adalah soal permasalahan sikap koruptif sejumlah pihak yang belum dituntaskan oleh pemerintah.

Agus mencontohkan soal potensi maraknya politik uang mendekati masa kampanye dan pemungutan suara.

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, Jokowi: Akan Jadi Evaluasi

Menurut Agus, problem yang tampak dalam UU Pemilu seperti pembatasan subjek hukum pelaku politik uang juga tidak diperluas oleh DPR sebagai pembentuk regulasi.

"Selain itu, penegakan integritas pemilu melalui penyelenggara pemilu yang independen justru dinodai pemerintah karena proses seleksinya bermasalah," ucap Agus.

Persoalan lain yang tidak bisa dipandang remeh menurut Agus adalah soal pendanaan partai politik yang disinyalir turut menerima aliran dari peristiwa kejahatan, sebagaimana diungkapkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) beberapa waktu lalu.

Sebelumnya diberitakan, Transparency International Indonesia (TII) merilis tentang IPK Indonesia pada Selasa (31/1/2023).

Baca juga: Merosotnya Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia 2022, Warisan Buruk Jokowi

Dalam laporannya TII menyampaikan skor IPK Indonesia pada 2022 adalah 34/100. Skor itu memperlihatkan penurunan dari pencapaian IPK pada 2021 yang meraih 38/100.

Penurunan Skor IPK pada 2022 itu menempatkan Indonesia pada peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. Pada 2021, IPK Indonesia berada pada peringkat 96.

Penurunan skor IPK itu membuat posisi Indonesia semakin mendekati deretan negara-negara terkorup di dunia.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com