Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPKH: Jika Biaya Haji Tak Naik, Dana Manfaat Bakal Habis sebelum 2027

Kompas.com - 24/01/2023, 18:05 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah menyebut, nilai manfaat dana haji calon jemaah bakal habis sebelum tahun 2027 jika didistribusikan secara dominan untuk jemaah haji yang berangkat di tahun berjalan.

Diketahui di tahun 2022, nilai manfaat yang didistribusikan BPKH untuk jemaah haji yang berangkat mencapai 59 persen, sedangkan Bipih atau biaya perjalanan haji yang ditanggung jemaah sebesar Rp 39,8 juta atau 41 persen.

Di tahun ini berdasarkan usulan Kemenag, porsi nilai manfaat diturunkan menjadi 30 persen sebesar Rp 29.700.175 dari total Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Rp 98.893.909.

Sementara, Bipih yang dibebankan kepada jemaah untuk tahun ini mencapai Rp 69.193.733 atau naik Rp 30 juta per jemaah dari Rp 39,8 juta di tahun 2022. Jumlah biaya yang dibebankan kepada calon jemaah itu mencapai 70 persen dari total BPIH.

Baca juga: Calon Jemaah Tak Perlu Risau, Pimpinan MPR: Insyaallah Biaya Haji Tetap di Bawah Rp 69 Juta

"Kalau itu kita distribusikan untuk orang yang berangkat tiap tahun, itu akan habis, sampai sebelum 2027 sudah habis. Artinya akan menggerus pokok dana kelolaan semua setoran awal calon jemaah haji yang belum berangkat. Apakah itu yang kita inginkan?" kata Fadlul dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Selasa (24/1/2023).

Fadlul menuturkan, nilai manfaat yang diturunkan menjadi 30 persen dari total BPIH tahun 2023 sudah sangat masuk akal dan sudah pas. Artinya, nilai manfaat yang disalurkan BPKH hanya mencapai Rp 30 juta per jemaah haji di tahun ini.

Sedangkan jika mengikuti skema nilai manfaat di tahun 2022, maka nilai manfaat yang dikeluarkan badan tersebut naik dua kali lipat, yaitu Rp 60 juta per jemaah haji.

"Artinya apa yang disampaikan Kemenag sangat masuk akal sekali dan sudah memperhitungkan segala macam risiko. Dan utamanya bukan risiko secara sosial, tapi risikonya justru yang disebut sebagai mitigasi risiko," ucap Fadlul.

Baca juga: Biaya Haji 2023 Naik, BPKH Bantah Keuangan Haji Diinvestasikan di Bidang Infrastruktur

Sejatinya kata Fadlul, BPKH memiliki uang untuk menambal kekurangan dana Rp 30 juta/jemaah, sehingga nilai manfaat yang didistribusikan tetap Rp 60 juta/jemaah.

Namun, tambahan dana Rp 30 juta itu akan diserap dari dana setoran awal jemaah haji tunggu, bukan jemaah haji yang berangkat.

Lagipula jika dibiarkan terus-menerus dan berjalan tiap tahun, Fadlul khawatir akan menggerus pokok dana kelolaan haji.

"Problem berikutnya kalau ditanya BPKH ada uang, enggak? Ada. Masalahnya uangnya ini bukan uang atau dana dari calon jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan," tutur Fadlul.

 

"Kalau jadi Rp 60 juta berarti kan harus ngambil Rp 30 juta dari bagian orang calon jemaah yang belum berangkat. Kalau 30 juta yg diambil saja, itu cukup Pak. Jadi ini sebenarnya permasalahan yang paling utamanya," imbuh Fadlul.

Lebih lanjut, Fadlul mengaku kasihan jika dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk jemaah haji tunggu harus digunakan untuk jemaah haji tahun berjalan.

Baca juga: Soal Usul Kenaikan Biaya Haji, Jokowi: Belum Final Sudah Ramai

Ia merasa hal ini tidak adil bagi jemaah haji tunggu. Oleh karena itu, Kemenag membuat usulan agar 70 persen BPIH ditanggung jemaah, dan 30 persen lainnya berasal dari nilai manfaat BPKH.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com