Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Litbang "Kompas": 60,5 Persen Publik Menilai UU Cipta Kerja Tak Wakili Aspirasi Masyarakat

Kompas.com - 16/01/2023, 09:10 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jajak pendapat Litbang Kompas menemukan sebagian besar masyarakat atau sekitar 60,5 persen beranggapan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak mewakili aspirasi masyarakat.

Sementara itu, 30,5 persen mengakui sudah mewakili aspirasi, dan 8,9 persen tidak tahu.

"Sebanyak 60,5 persen responden menyatakan, UU Cipta Kerja belum mewakili aspirasi masyarakat. Bahkan, tak sampai sepertiga responden yang mengaku sudah terwakili dengan pasal-pasal yang terkandung dalam aturan tersebut," kata Peneliti Litbang Kompas, Rangga Eka Sakti, dikutip dari Harian Kompas, Senin (16/1/2023).

Baca juga: Litbang Kompas: Mayoritas Publik Menilai Perppu Cipta Kerja Tak Mendesak

Rangga menuturkan, masih minimnya peran publik ini terlihat dari lahirnya Perppu. Sebab, lahirnya Perppu berasal dari UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Minimnya transparansi, kata Rangga, juga menjadi salah satu catatan yang disampaikan MK dalam putusannya nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait Cipta Kerja. Kala itu, MK mengharuskan materi perubahan UU bisa dengan mudah diakses publik.

Diketahui, pemerintah menerbitkan Perppu sebagai jaminan kepastian hukum setelah UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Apalagi jauh sebelum UU Cipta Kerja disahkan, reaksi publik cenderung menolak dengan munculnya demonstrasi, terutama dari kalangan buruh dan pekerja," tuturnya

Lebih untungkan investor

Sejalan dengan itu, mayoritas responden atau 25,3 persen menilai bahwa UU Cipta Kerja hanya menguntungkan para pelaku usaha atau pebisnis.

Kemudian, 18,1 persen publik menilai UU ini hanya menguntungkan pemerintah, 16,6 persen menyebut UU hanya menguntungkan pekerja/karyawan swasta, 16,6 persen menguntungkan investor/pemilik modal, 12,4 persen menguntungkan buruh, serta 2,5 persen menguntungkan petani dan nelayan.

Baca juga: Demo Buruh di Patung Kuda, Said Iqbal: Perppu Cipta Kerja Sangat Merugikan Kaum Miskin...

"Tidak banyak dari responden yang merasa Perppu Cipta Kerja ini menguntungkan para pekerja. Hanya sekitar 16,6 persen responden yang merasa kehadiran Perppu dapat memberikan perlindungan dan kesejahteraan pekerja," ucap Rangga.

Hal inilah yang kemudian menjadi alasan penolakan yang paling besar. Sebanyak 48,2 persen responden menolak UU Cipta Kerja dengan alasan tidak berpihak pada karyawan dan pekerja.

Lalu, 18,9 persen menolak karena membuat pelaku usaha atau perusahaan makin mudah melakukan PHK, 16,6 persen menganggap UU bisa digunakan untuk menekan karyawan, 10,8 persen menolak karena pernah mengalami dampak dari UU Cipta Kerja, dan 5,5 persen menolak karena tidak ada batas maksimum dari karyawan kontrak.

Baca juga: Demo Tolak Perppu Cipta Kerja, Massa Buruh Mulai Berkumpul di Patung Kuda Jakarta

Kekhawatiran ini, kata Rangga, bukan tanpa dasar. Terbitnya Perppu Cipta Kerja pun belum menyelesaikan persoalan terkait dengan pekerja yang menjadi ganjalan pada UU Cipta Kerja.

"Beberapa hal seperti soal ketidakpastian hukum terkait sistem kerja kontrak dan praktik outsourcing masih tak tersentuh Perppu tersebut," jelas Rangga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com