Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dewas KPK Sidangkan 5 Pelanggaran Etik Pada 2022, 2 di Antaranya Kasus Perselingkuhan Antarpegawai

Kompas.com - 09/01/2023, 20:28 WIB
Syakirun Ni'am,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Albertina Ho menyebut pihaknya menyidangkan dua kasus perselingkuhan antar pegawai sepanjang tahun 2022.

Pernyataan itu Albertina sampaikan saat melaporkan hasil kinerja Dewas KPK pada tahun 2022.

Menurut dia, sepanjang 2022 pihaknya menyidangkan lima perkara. Satu kasus perselingkuhan antar pegawai itu merupakan kasus carry over tahun 2021. Sementara, kasus perselingkuhan lainnya terjadi pada 2022.

Baca juga: KPK Panggil Staf Perdata Khusus MA Terkait Kasus Dugaan Suap Sudrajad Dimyati

“Kasus kedua yang carry over dari 2021, itu mengenai perselingkuhan, perselingkuhan ini ada dua orang insan komisi yang diperiksa,” kata Albertina Ho di gedung ACLC KPK, Senin (9/1/2023).

Albertina menuturkan, kedua pelaku perselingkuhan dalam kasus pertama itu dinyatakan melanggar ketentuan.

Mereka menyadari bahwa semua sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan KPK.

“Dikenai sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung,” kata Albertina.

Baca juga: Biaya Pengadaan SMS Blast KPK Naik Jadi Rp 1,2 Miliar

Terhadap kasus perselingkuhan antar pegawai yang kedua juga dijatuhi sanksi sedang berupa permintaan maaf secara tidak langsung.

Dewas menyatakan, pelaku melanggar ketentuan etik bagi insan KPK. Mereka tidak menyadari bahwa sikap dan perilakunya senantiasa melekat dengan identitasnya sebagai anggota KPK.

“Diputus dikenakan sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung,” ujar Albertina.

Adapun tiga kasus lainnya adalah pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) terkait perkara bendahara pengeluaran pengganti di Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi.

Baca juga: KPK Butuh Waktu untuk Tahan Lukas Enembe, Pengumpulan Alat Bukti Terus Berjalan

Menurut Albertina, sebagai atasan pihak yang bersangkutan tidak bekerja sesuai dengan SOP berupa melakukan pengawasan terhadap bawahannya.

Dalam kasus ini, Dewas memeriksa dua orang, yakni satu orang atasan dan satu orang bendahara pengeluaran pembantu,

“Yang bersangkutan itu bekerja tidak akuntabel dan tuntas yang mengakibatkan ada ketidakberesan dalam pertanggungjawaban pengeluaran uang APBN, dan itu sudah diselesaikan,” tutur Albertina.

Kasus selanjutnya adalah dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK saat itu, Lili Pintauli Siregar (LPS). Dewas telah melakukan persidangan atas perkara Lili.

Baca juga: KPK Pertimbangkan Cegah Dito Mahendra

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com