JAKARTA, KOMPAS.com - Kembalinya mantan tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Muhammad Romahurmuziy ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dikritik oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, langkah itu menunjukkan bahwa PPP tak berpihak pada publik kaitannya dengan upaya pemberantasan korupsi.
Padahal, menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, salah satu tujuan pembentukan parpol ialah memperjuangkan dan membela kepentingan masyarakat.
"Bagaimana mungkin hal ini bisa tercapai untuk membela kepentingan masyarakat jika di dalam struktur kelembagaan partai politik masih menempatkan mantan terpidana korupsi sebagai jajaran struktural partai politik," kata Kurnia kepada Kompas.com, Selasa (3/12/2022).
Baca juga: Jawab Kemungkinan Romahurmuziy Jadi Caleg, PPP: Semangat Beliau Ingin Besarkan Partai
Tak hanya itu, Pasal 11 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 13 huruf e juncto Pasal 31 Ayat (1) UU Partai Politik menyebutkan bahwa fungsi partai politik adalah sebagai sarana pendidikan politik, tidak hanya bagi anggotanya, tetapi juga untuk masyarakat.
Menurut Kurnia, mustahil parpol memberikan pendidikan politik yang baik jika mereka memberikan karpet merah ke mantan terpidana korupsi untuk masuk ke jajaran struktural partai.
Kurnia mengatakan, bergabungnya mantan terpidana korupsi ke struktur parpol menggambarkan institusi partai politik di Indonesia masih permisif dengan praktik korupsi.
Padahal, korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Konsekuensinya, penanganannya tidak bisa menggunakan cara-cara biasa.
Baca juga: Kilas Balik Romahurmuziy: Besar di PPP, Terjerat Korupsi dan Kembali Islah dengan Partai
Tak hanya menjalani proses hukum di persidangan dan lembaga pemasyarakatan, setelah bebas, pelaku tindak pidana korupsi harus diberi efek jera tambahan.
"Yaitu tidak diperkenankan masuk pada wilayah politik," ujar Kurnia.
Kurnia menyebutkan, partai politik bukan institusi swasta. Menurut Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik, parpol dikategorikan sebagai badan publik.
Kembali merujuk UU Partai Politik, disebutkan peran serta negara, bahwa keuangan parpol bersumber dari bantuan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Dengan logika tersebut, partai politik semestinya mempertimbangkan aspek atau nilai-nilai di masyarakat ketika hendak menerbitkan kebijakan atau mengambil tindakan terkait pemberantasan korupsi.
"Apalagi kalau mengangkat mantan terpidana korupsi sebagai jajaran struktural partai politik tersebut," kata Kurnia.
Namun demikian, Kurnia mengaku tak terkejut dengan kembalinya Romahurmizy ke PPP. Menurutnya, partai politik sejak dulu memang tak berpihak pada penguatan pemberantasan korupsi.