Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal KPK Datangi Lukas Enembe, Firli: Tidak Ada yang Spesial

Kompas.com - 10/11/2022, 10:38 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, tidak ada perlakuan spesial dari KPK kepada Gubernur Papua Lukas Enembe yang menjadi tersangka dugaan suap dan gratifikasi.

Firli mengatakan, pemeriksaan terhadap Lukas di kediamannya merupakan bentuk pelaksanaan tugas pokok KPK yang tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).

“Saya kira tidak ada spesial, semuanya dalam rangka penegakan hukum,” kata Firli saat ditemui di kompleks Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (10/11/2022).

Baca juga: KPK Kembali Periksa Sekda Papua Terkait Suap dan Gratifikasi Lukas Enembe

Firli secara langsung menemui Lukas dalam pemeriksaan KPK di kediamannya di Distrik Koya Tengah, Jayapura, Papua pada Kamis (3/11/2022).

Menurut Firli, Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019 menekankan bahwa pelaksanaan tugas pokok KPK harus menjunjung tinggi HAM.

Jenderal polisi itu menegaskan, kedatangannya ke kediaman Lukas dilakukan dalam rangka melakukan pemeriksaan. Lukas diperiksa sebagai tersangka maupun saksi.

Dalam pemeriksaan itu, KPK juga membawa serta dokter untuk memastikan kondisi kesehatan Lukas. 

“Jadi saya pastikan bahwa saya ke sana itu adalah pelaksanaan tugas karena tugas pokok KPK itu dalam Pasal 6 UU 17 Tahun 2019 itu yang harus dilakukan oleh pimpinan KPK,” ujar FIrli.

KPK sebelumnya menjadi sorotan lantaran melakukan pemeriksaan di kediaman Lukas Enmebe.

Dalam kunjungan itu, sikap Firli yang menyakami Lukas dengan hangat di depan meja makan juga menjadi perhatian publik.

Baca juga: Usai Periksa Lukas Enembe, KPK Geledah 3 Lokasi di Jayapura

Firli mengatakan, pemeriksaan di kediaman Lukas merujuk pada Pasal 113 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa ketika tersangka atau saksi memberikan alasan patut dan wajar tidak bisa memenuhi panggilan maka penyidik bisa melakukan pemeriksaan dikediamannya.

“Terkait dengan pertanyaan penyidik, ini bukan tentang jumlah pertanyaannya, namun bagaimana Saudara LE dapat kooperatif mengikuti pemeriksaan dan memberikan keterangannya kepada kami,” tutur Filri, Kamis (3/11/2022).

Lukas ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek yang bersumber dari APBD Papua pada awal September.

KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Lukas pada 12 September sebagai saksi dan 26 September sebagai tersangka. Namun, Lukas tidak hadir dengan alasan sakit.

Baca juga: Anggota DPR Minta Firli Jelaskan Alasan Pertemuannya dengan Lukas Enembe

Pengacara Lukas menyebut kliennya menderita sejumlah penyakit, antara lain, stroke, jantung, darah tinggi, dan diabetes.

Pengacaranya meminta KPK menerbitkan izin untuk berobat ke Singapura.

Namun, KPK meminta Lukas tetap menjalani pemeriksaan medis di Jakarta terlebih dahulu.

KPK akhirnya memutuskan mengirim tim medis dan penyidik ke Papua untuk mendapatkan second opinion.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com