Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diminta Turun Tangan soal Dugaan Upeti Tambang Ilegal ke Jenderal Polisi

Kompas.com - 08/11/2022, 06:22 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta tidak tinggal diam terkait dugaan keterlibatan perwira tinggi Polri yang menerima aliran dana dari tambang-tambang ilegal.

"Berhubung aktornya diduga deretan jenderal yang berkuasa, maka Presiden Jokowi mesti mengambil langkah, memimpin secara langsung proses hukum atas sejumlah temuan aktor itu," kata Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar, saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/11/2022).

Baca juga: Soal Perkara Ismail Bolong, Mahfud Akan Koordinasi dengan KPK

Melky menyampaikan hal itu terkait pernyataan mantan anggota Polres Samarinda, Kalimantan Timur, Ismail Bolong, yang sempat mengaku menyetor uang hingga Rp 6 miliar kepada Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Pol Agus Andrianto.

Diduga uang yang disetor Ismail berasal dari kegiatan tambang ilegal. 

Akan tetapi, Ismail mencabut pernyataan itu dengan alasan dia ditekan oleh Brigjen Hendra Kurniawan, yang kini sudah dipecat dari Polri, saat menjabat Kepala Biro Pengamanan Internal (Karopaminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Polri saat menyampaikan pengakuan itu.

Di sisi lain, Melky menduga aparat kepolisian pun ditengarai melakukan tebang pilih jika melakukan penegakan hukum terhadap tambang-tambang ilegal.

Baca juga: Soal Perkara Ismail Bolong, Mahfud: Perang Bintang Terus Menyeruak

Polisi, kata Melky, biasanya hanya memberantas pelaku tambang ilegal yang diduga tidak menyetor "uang keamanan" bagi aparat.

Melky mencontohkan di Kaltim. Dari 151 titik aktivitas tambang ilegal, menurut dia hanya ada 3 kasus yang sedang dalam proses hukum hingga saat ini.

"Mengapa kasus-kasus lainnya dibiarkan tanpa penegakan hukum? atau, jangan-jangan, tambang-tambang ilegal ini sebagai sumber cuan aparat?" ujar Melky.

Melky melanjutkan, dengan sejumlah temuan di lapangan memperlihatkan permasalahan mafia pertambangan semakin kompleks karena diduga melibatkan banyak pihak serta aparat kepolisian.

Baca juga: Menanti Kapolri Menindak Polisi yang Bermain di Bisnis Tambang

"Dan, ini bukan sebatas persoalan personal atau oknum aparat di lapangan. Tetapi, persoalan institusi. Sehingga mekanisme penyelesainnya mesti mulai dari atas," ucap Melky.

Adapun di dalam video itu, Ismail menyatakan dia bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin.

Kegiatan ilegal itu disebut berada di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim yang masuk wilayah hukum Polres Bontang, sejak Juli 2020 sampai November 2021.

Dalam kegiatan pengepulan batu bara ilegal, Ismail Bolong mengaku mendapat keuntungan sekitar Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar setiap bulannya.

Ismail mengaku telah berkoordinasi dengan seorang perwira petinggi Polri dan telah memberikan uang sebanyak tiga kali.

Baca juga: Ramai Setoran Ismail Bolong ke Kabareskrim, Anggota Komisi III DPR Dorong Kapolri Bertindak Tegas

Halaman:


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com