Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Ingatkan Hukum Adat untuk Lukas Enembe di Papua Tak Berpengaruh dengan Proses di KPK

Kompas.com - 12/10/2022, 09:21 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan bahwa saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan suap Lukas Enembe kapasitasnya sebagai pejabat negara.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengingatkan, korupsi tersebut dilakukan Lukas sebagai gubernur, bukan kepala suku.

Pernyataan ini Kurnia sampaikan guna menanggapi pengacara Lukas yang mengeklaim masyarakat adat di Papua meminta perkara dugaan korupsi Lukas diserahkan kepada hukum adat setempat.

“Pengacara saudara Lukas juga harus memahami bahwa KPK saat ini sedang mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh gubernur, bukan seorang kepala suku,” kata Kurnia saat dihubungi Kompas.com, Rabu (12/10/2022).

Baca juga: Kritik Pengacara yang Minta Kasus Lukas Enembe Diserahkan ke Hukum Adat, ICW: Beli Buku Pidana, Baca!

Karena itu, kata Kurnia, proses hukum adat di Papua tidak akan berpengaruh terhadap proses hukum pidana yang saat ini sedang bergulir di KPK.

“Tidak ada kaitan apa pun proses hukum adat dengan mekanisme pidana yang saat ini sedang dijalankan oleh KPK,” ujar Kurnia.

Kurnia meminta pengacara Lukas membeli dan membaca buku tentang hukum pidana dengan cermat.

Ia mengingatkan terdapat dua regulasi yang membuat suatu proses pidana bisa dihentikan yakni, Pasal 109 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Pasal tersebut mengatur bahwa penyidikan bisa dihentikan jika penyidik dihadapkan dengan kondisi tidak terdapat cukup bukti, peristiwa dimaksud bukan tindak pidana, dan penyidikan dihentikan demi hukum.

Selain itu, Pasal 40 Undang-Undang KPK menyatakan penyidikan bisa dihentikan dika penanganannya tidak bisa dituntaskan dalam waktu dua tahun.

“Dua regulasi itu sama sekali tidak menyebutkan alasan penghentian penyidikan karena seseorang diangkat sebagai Kepala Suku,” tutur Kurnia.

Baca juga: Penyidikan Kasus Korupsi Lukas Enembe Disebut Harus Tetap Jalan walau Berstatus Kepala Suku

Sebelumnya, kuasa hukum Lukas, Aloysius Renwarin menyebut kliennya telah diangkat sebagai Kepala Suku Besar. Keputusan ini diambil oleh dewan adat dari tujuh suku di Papua.

Ia kemudian mengklaim masyarakat adat di Papua meminta kasus dugaan korupsi Lukas diserahkan ke mekanisme hukum adat. 

“Berarti semua urusan akan dialihkan kepada adat yang mengambil sesuai hukum adat yang berlaku di tanah Papua,” kata Aloysius saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).

Senada dengan ICW, KPK menyebut proses hukum adat terhadap Lukas tidak akan mempengaruhi proses hukum positif yang berjalan.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, kasus kejahatan, terlebih korupsi diproses berdasarkan hukum positif yang diakui secara nasional.

“Perihal apabila hukum adat kemudian juga akan memberikan sanksi moral atau adat kepada pelaku tindak kejahatan, hal tersebut tentu tidak berpengaruh pada proses penegakan hukum positif sesuai UU yang berlaku,” kata Ali dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (11/10/2022).

Baca juga: KPK Panggil Asisten Direktur Tempat Judi di Singapura Terkait Kasus Lukas Enembe

Lukas diketahui ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar terkait proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua pada 5 September lalu. Namun, Lukas membantah. Pengacaranya menyebut uang tersebut milik kliennya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com