JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari angkat bicara soal lawatan mancanegara yang dilakukan sejumlah komisioner dan personel kesekjenan lembaga tersebut ke Amerika Serikat pada 2-10 Oktober 2022.
Ia menjelaskan, 4 komisioner KPU RI (Hasyim, Yulianto Sudrajat, Mochammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap), serta Sekretaris Jenderal KPU Bernad Dermawan Sutrisno dan 15 personel kesekjenan melakukan lawatan ke Northern Illinois University (NIU) pada 2-10 Oktober 2022.
Lawatan ini untuk memenuhi undangan kuliah singkat bertajuk ”Leadership Management and Elections Training Program” yang dilakukan The Center for Southeast Asian Studies and the College of Business.
Baca juga: Bantah Boroskan Anggaran, KPU: Dinas ke AS Sudah Dirancang Lama
"Mengapa NIU? Karena banyak ahli pemilu Indonesia belajar pemilu di NIU, di antaranya Prof Ramlan Surbakti, Afan Gaffar (alm), Riswandha Imawan (alm), Nico Harjanto, Philip Vermonte, Andi Malarangeng, Ketut Erawan, Anies Baswedan dan Ryaas Rasyid, dll.," ujar Hasyim kepada Kompas.com, Senin (10/10/2022) malam.
Menurutnya, program ini sudah direncanakan sejak lama. Pada Desember 2019, ujar Hasyim, KPU juga telah mengirimkan delegasi, termasuk ia dan eks Ketua KPU RI Arief Budiman.
Baca juga: Kritik KPU-Bawaslu Dinas Mancanegara, KIPP: Tak Berkaitan dengan Tahapan Pemilu, Hamburkan Uang
Kepada Kompas.com, Hasyim menunjukkan undangan yang ia dan jajarannya terima dari NIU, termasuk undangan bagi Hasyim memberi kuliah umum pada 8 Oktober 2022, yang akhirnya digelar pada 10 Oktober 2022.
Undangan memberi kuliah umum itu tentang kinerja KPU RI, di mana Indonesia dianggap sebagai contoh yang baik dalam perhelatan pemilu yang demokratis di masa-masa "merosotnya demokrasi di AS dan tempat-tempat lain".
"Kebalik, sekarang mereka belajar demokrasi ke Indonesia," ujar Hasyim berseloroh.
Baca juga: 20 Anggota KPU Dinas Luar Negeri ke AS, Bawaslu ke Brasil
Hasyim menambahkan, pemilu di Indonesia kerap dijuluki sebagai pemilu paling rumit di dunia, dengan penduduk yang padat dan heterogen.
Pemilu di Indonesia dianggap bisa menjadi contoh alternatif bagi pemilu di dunia, terutama di negara-negara padat penduduk dan heterogen seperti India dan AS, yang belakangan dianggap mengecewakan karena masih mempraktikkan politik kesukuan.
"Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan kompatibel mempraktekkan demokrasi. Praktik ini dapat menjadi percontohan pertumbuhan demokrasi di negara-negara muslim di berbagai belahan dunia," jelas Hasyim.
Baca juga: Partai Masyumi Gugat KPU, Minta Diikutkan Verifikasi Parpol Calon Peserta Pemilu 2024
"Saya bicara dengan dua topik besar, yaitu pemilu sebagai musyawarah besar dan sarana integrasi bangsa Indonesia," kata Hasyim.
Hasyim mengeklaim bahwa pihaknya juga belajar tata kelola pemilu "dalam perspektif global dan perbandingan".
Dalam jadwal kuliah singkat KPU di NIU yang dibagikan kepada Kompas.com, terdapat beberapa modul latihan dan diskusi dengan tema bervariasi, seperti manajemen dan analisis big data, kepemimpinan, etika dan integritas, serta beberapa topik kepemiluan lain.
Baca juga: KPU Hormati Keputusan Bawaslu Usai Dinyatakan Langgar Administasi soal Verifikasi via Video Call
"Jadi, kegiatan ini dalam rangka untuk belajar dan berlatih tata kelola pemilu, dan sekaligus mempromosikan demokrasi elektoral Indonesia ke kancah global, sebagai lesson learned dan best practices bagi tata kelola pemilu negara-negara demokrasi elektoral lainnya," jelas komisioner KPU RI dua periode itu.