"SAYA secara pribadi terkejut, deklarasinya cepat dan mendadak, kayak ada yang nguber saja. Saya paham, setiap partai tentu punya strategi yang berbeda-beda," kata Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid.
Pernyataan Jazilul Fawaid itu diucapkan saat mengomentari deklarasi pencapresan Anies Baswedan yang dilakukan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) di Jakarta, Senin (3/10/2022).
Acara yang disiarkan secara live di berbagai media, tentu saja “mengagetkan” berbagai kalangan mengingat ada kabar semula Nasdem baru akan mengumumkan “jagoannya” di Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 pada peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2022.
Belum lagi, proses lobi dan negosiasi triparty yang semula digadang-gadang sang ketua umum Nasdem, Surya Paloh, antara Nasdem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih terus berproses. Porses pembentukan koalisi tiga partai itu jika dipersentasekan masih menapak di angka 80 persen (Kompas.com, 19/09/2022).
Baca juga: Deklarasikan Anies Capres di Tengah Duka Tragedi Kanjuruhan, Ini Kata Nasdem
Diakui oleh satu satu ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Nasdem, Willy Aditya, bahwa masih “macetnya” diplomasi antar partai karena ketiga partai belum pernah menjalin kerja sama politik. Dalam dua masa pemerintahan Joko Widodo, Nasdem merupakan salah satu partai pengusung Jokowi bersama PDI-P, Golkar, PPP, PKB serta Gerindra, dan PAN yang menyusul bergabung di periode kedua.
Sementara Demokrat dan PKS berada di luar ring kekuasaan dan menjadi pengkritisi utama rezim Jokowi.
Proses tarik ulur Nasdem dengan Demokrat serta PKS tidak terlepas dengan tawaran Demokrat yang menyodorkan nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon wakil presiden (cawapres). Demokrat sendiri sudah “menurunkan” tawarannya. Semula AHY “harga mati” untuk posisi calon presiden (capres) koalisi, menjadi turun pangkat siap menjadi calon RI-2.
Baca juga: Sebut AHY Cocok dengan Anies, Demokrat: Bagaikan Dua Pendekar
PKS yang tidak mau disepelekan karena punya captive market yang jelas, loyal dan fanatik, tentu tidak ingin hanya dijadikan asesoris koalisi belaka.
Terkini PKS menyiapkan trisula kadernya yang paling mumpuni untuk posisi pendamping Anies Baswedan sebagai cawapres. Ada nama Ahmad Heryawan yang mantan gubernur Jawa Barat, Irwan Prayito bekas gubernur Sumatera Barat, serta Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.
Oleh karena itu, sebutan ojo kemajon yang dilontarkan PKB bisa jadi memang Nasdem terlalu cepat mengumumkan Anies Baswedan, mengingat Anies sendiri belum tuntas merampungkan jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Akan lebih elegan memang jika pencapresan menunggu timing yang tepat, misalnya usai Anies merampungkan jabatannya sebagai orang nomor 1 di Jakarta.
Acara deklarasi Anies yang disebut PKB seperti sedang nguber tentu bisa dimaknai karena suasana kebatinan yang kurang pas. Bangsa ini baru saja diterpa dukacita nasional ketika 125 penonton pertandingan Liga 1 antara Arema FC dengan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, harus berkalang tanah karena amok dan beringas penonton serta petugas keamanan (Sabtu, 1 Oktober 2022).
Gegap gempita pencapresan seolah-olah harus “kejar tayang” di saat duka nestapa bangsa ini masih menggayut.
Pemilihan Anies Baswedan sebagai capres yang diusung Nasdem tentu juga karena sudah melalui proses uji laik dari beberapa kandidat hasil penjaringan Nasdem di daerah-daerah.
Hasil rapat Kerja Nasional (Rakernas) Nasdem pada Juli 2022, selain Anies, nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo serta Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa turut masuk nominasi capres dari Nasdem.
Surya Paloh di saat acara pencapresan Anies kemarin menyebut kenapa akhirnya harus Anies sebagai pilihan Nasdem yang terbaik dari yang ada, tentu tidak terlepas dari “plus minus” tiga kandidat.
Jika merujuk hasil survei terkini dari beberapa lembaga survei, termasuk Nusakom Pratama, nama Anies dan Ganjar beserta Prabowo Subianto masuk dalam tiga besar capres dengan elektabiltas yang paling moncer. Ketiga nama tersebut saling bergantian menduduki pemuncak klasemen capres dengan tingkat keterpilihan yang tinggi sebagai “presiden” pengganti Jokowi di 2024.
Baca juga: Kala Anies Langsung Sambut Tawaran Paloh untuk Jadi Capres 2024 ....
Pilihan Nasdem terhadap sosok Anies tentu saja harus dipahami sebagai langkah pragmatis partai politik dalam proses rekrutmen calon walau bukan berasal dari kader sendiri. Berbeda dengan PDI-P, PKS, PKB, Golkar, PPP, Demokrat, Gerindra atau PAN yang mengajukan kader sendiri, Nasdem dengan “berani” mencalonkan Anies tanpa kewajiban harus menjadi kader Nasdem terlebih dahulu.
Andai Nasdem mengusung Ganjar sebagai capres maka potensi disharmoninya dengan PDI-P akan semakin membesar mengingat PDI-P tidak ingin kadernya dicalonkan oleh partai lain walau Ganjar sendiri belum mendapat jaminan tiket capres dari PDI-P.