Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Pusako: Sanksi yang Diberikan Harus Extraordinary

Kompas.com - 28/09/2022, 18:56 WIB
Valmai Alzena Karla Martino,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.comHakim Agung Sudrajad Dimyati dinilai harus mendapat hukuman yang berat mengingat kejahatan yang dibuatnya termasuk kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

Korupsi memang termasuk extraordinary crime yang sifatnya setara antara lain dengan kejahatan genosida dan terorisme.

“Kalau kejahatan extraordinary, sanksi pidananya juga harus extraordinary,” kata Ferry kepada Kompas.com, Selasa (27/9/2022).

Baca juga: MA Rotasi Aparat Peradilan, Buntut Hakim Agung Sudrajad Dimyati Tersangka

Secara khusus ia menyoroti ketidaksamaan pemahaman dan intelektual hakim terhadap kejahatan korupsi.

Menurutnya, masih ada hakim yang menghukum koruptor dengan vonis ringan.

Korupsi sebagai kejahatan luar biasa, katanya, tidak cukup dihukum dengan pidana penjara, tapi mesti ditambah dengan hukuman sosial yang setara dengan kejahatannya.

“Banyak cara lain yang bisa dilakukan, misalnya pemiskinan para koruptor dengan perampasan aset. Lalu tidak hanya sekedar pidana, juga memastikan kerja-kerja sosial yang berkaitan dengan kasus korupsinya," ujar Ferry.

Baca juga: Ganjar Puji Keberanian Yosep Parera, Tersangka Suap Hakim Agung, Akui Perbuatannya

Karena itu, Ferry menilai, hakim perlu memiliki kapasitas dan kemampuan intelektual sehingga dapat memberikan putusan yang seberat-beratnya terhadap koruptor.

"Misalnya dia mengkorupsi dana pendidikan, selain dihukum penjara dia juga diwajibkan untuk diberikan sanksi sosial, membenahi sekolah, menatanya lebih baik, dan segala macamnya,” sambungnya.

Diberitakan sebelumnya, Sudrajad diduga menerima suap sebesar Rp 800 juta oleh Yosep Parera dan Eko Suparno selaku pengacara Intidana agar putusan kasasi sesuai keinginan pihak Intidana, yaitu perusahaan dianggap pailit.

Baca juga: Eks Hakim Agung Usul Sidang MA Direkam dan Terbuka Hindari Permainan Perkara

Sedangkan pihak yang menjembatani pemberi suap mencari hakim agung yang dapat memberikan putusan sesuai keinginannya yakni Desi Yustrisia, seorang pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepeniteraan MA, di mana ia mengajak Elly untuk terlibat dalam pemufakatan.

Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan bukti berupa uang senilai 205.000 dollar Singapura dan Rp 50 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com