Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Paparkan Pentingnya "Obstruction of Justice" dalam Kasus Brigadir J

Kompas.com - 02/09/2022, 10:22 WIB
Singgih Wiryono,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bidang Penyelidikan Muhammad Choirul Anam menekankan pentingnya pengungkapan obstruction of justice atau tindakan menghalangi penegakan hukum dalam kasus pembunuhan Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat.

Hal itu dia ungkapkan saat konferensi pers laporan hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap kasus pembunuhan Brigadir J di Kantor Komnas HAM, Kamis (1/9/2022).

Baca juga: 5 Temuan Komnas HAM soal Kasus Brigadir J: Extrajudicial Killing hingga Dugaan Pelecehan Istri Ferdy Sambo

Mengapa hal tersebut menjadi penting? Menurut Anam, tindakan obstruction of justice inilah yang membuat peristiwa pembunuhan Brigadir J sulit terungkap.

Hal itu tampak dari beberapa hal, antara lain, tempat kejadian perkara dirusak, serta bukti dihilangkan. Sehingga, yang bersisa hanyalah kesaksian-kesaksian para tersangka dan orang terdekat korban saja.

"Jadi ini menjadi refleksi kita bersama, ini enggak bisa terjadi (diungkap) maksimal, kebutuhan-kebutuhan (pengungkapan) itu enggak bisa terjadi maksimal, karena ada apa? Obstruction of justice!" kata Anam.

Unsur obstruction of justice yang paling terlihat di kasus Brigadir J adalah pengaruh jabatan dari pelaku utama, yaitu Irjen Pol Ferdy Sambo, yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.

Baca juga: Muslihat Para Polisi Rekayasa Kasus Brigadir J yang Diungkap Komnas HAM

Jabatan Ferdy Sambo itu memungkinkan adanya pembuatan skenario pembunuhan untuk menutupi para pelaku.

Sambo disebut bisa menggerakkan aparat kepolisian, menghilangkan barang bukti dengan mudah, memerintahkan para pelaku lain yang juga anggota kepolisian.

"Jadi kalau ada pengaruh jabatan ya semuanya membuat skenario jadi lancar, mengubah TKP juga lancar, mengonsolidasi saksi juga lancar," imbuh Anam.

Akan tetapi, alasan yang lebih penting lagi, kata Anam, bila obstruction of justice dalam kasus Brigadir J tidak diungkap secara serius, bisa jadi peristiwa seperti ini terulang kembali di masa depan.

Sebab, potensi pelaku yang memiliki kekuasaan dan jabatan sangat berpotensi mengulangi perbuatan Ferdy Sambo.

"Tidak boleh (lagi) orang yang saat itu punya kekuasaan besar, merusak semuanya menghalangi orang untuk mencari keadilan, menghalangi orang untuk mendapat kepastian hukum," kata Anam.

Baca juga: Komnas HAM Ungkap Rekaman CCTV yang Hilang Dalam Pengusutan Kasus Kematian Brigadir J

Dari 130 halaman rekomendasi Komnas HAM yang diberikan kepada Polri, Anam menyebut hampir sebagian besar berkaitan dengan penuntasan obstruction of justice.

Beragam bukti yang membuktikan obstuction of justice

Komnas HAM mengungkapkan, ada beragam bukti yang mempertontonkan aksi obstruction of justice, yang dilakukan Sambo CS dalam kejahatan pembunuhan Brigadir J.

Tidak hanya melalui perusakan, tapi juga adanya pemotongan video CCTV yang diberikan kepolisian kepada Komnas HAM. Pemotongan video ini bahkan mengubah isi substansi penyelidikan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com