Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KSP: Keppres Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Terobosan Pemerintah

Kompas.com - 20/08/2022, 16:52 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menyatakan, Keputusan Presiden (Keppres) tentang Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu merupakan terobosan pemerintah dalam memenuhi hak-hak korban pelanggaran HAM berat.

"Keppres tentang Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu merupakan langkah terobosan pemerintah mempercepat pemenuhan hak-hak korban," kata Jaleswari dalam siaran pers, Sabtu (20/8/2022).

Jaleswari menegaskan, 13 peristiwa pelanggaran HAM berat yang belum diselesaikan tak bisa diselesaikan dengan satu pendekatan saja.

Baca juga: Mahfud Ungkap Alasan Pemerintah Tuntaskan Pelanggaran HAM Masa Lalu Melalui Non-yudisial

Sebab, 13 peristiwa tersebut memiliki bentangan waktu yang panjang dan tempat yang luas, konstruksi dan tipologinya pun bermacam-macam.

"Pengalaman di berbagai negara mengajarkan setidaknya ada dua jalan yang perlu ditempuh, yaitu jalan penyelesaian yudisial dan non-yudisial," ujar Jaleswari.

Ia mengatakan, jika mekanisme yudisial berorientasi pada keadilan tertributif, mekanisme non-yudisial berorientasi pada pemulihan korban.

Menurut dia, mekanisme non-yudisial lebih memungkinkan terwujudnya hak-hak korban, seperti hak untuk mengetahui kebenaran, hak atas keadilan, hak atas pemulihan, dan hak atas kepuasan.

"Mekanisme non-yudisial memberi kesempatan yang besar kepada korban didengar, diberdayakan, dimuliakan dan dipulihkan martabatnya melalui proses pengungkapan kebenaran, pemulihan, fasilitasi rekonsiliasi, memorialisasi dan lain sebagainya," kata Jaleswari.

Baca juga: Anggota Komisi III Sebut Penyelesaian Yudisial Kasus HAM Berat Masa Lalu Tak Boleh Diganti Non-yudisial

Ia pun menekankan, jalur penyelesaian yudisial dan non-yudisial bersifat saling melengkapi (komplementer), bukan saling menggantikan (subtitutif) untuk memastikan penyelesaian kasus secara menyeluruh.

Ia mengeklaim, keppres yang ditandatangani oleh Jokowi telah melalui proses pemikiran yang matang dan pembahasan yang panjang dengan melibatkan banyak pihak, termasuk korban pelanggaran HAM.

Jaleswari menyebutkan, tim yang terbentuk juga memiliki tiga mandat yang sejalan dengan komisi kebenaran, antara lain meliputi pengungkapan kebenaran, rekomendasi reparasi, dan mengupayakan ketidakberulangan.

"Tim beranggotakan tokoh-tokoh yang berintegritas, kompeten dan memiliki pemahaman HAM yang memadai, dan merepresentasikan kelompok yang bisa menjamin tercapainya tujuan dikeluarkannya Keppres," ujar Jaleswari.

Saat berpidato dalam Sidang Tahunan MPR pada Selasa (16/8/2022) lalu, Jokowi mengaku telah menandatangani Keppres tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

Baca juga: Jokowi Dinilai Harus Penuhi Janji Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Ia juga mengeklaim pemerintah serius dalam memperhatikan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil lantas mendesak Jokowi untuk membatalkan keppres tersebut karena dinilai mempertontonkan keengganan pemerintah dalam menuntaskan pelanggaran HAM berat.

"(Pembentukan Tim dinilai) dijadikan jalan pintas untuk seolah dianggap menuntaskan pelanggaran HAM berat," kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil melalui keterangan tertulis, Kamis (18/8/2022).

"Oleh sebab itu, kami mendesak untuk presiden RI membatalkan Keputusan Presiden tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com