JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyayangkan pelaku kekerasan seksual di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Jawa Timur, Julianto Eka Putra belum ditahan aparat kepolisian.
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar mengatakan, penahanan pelaku kasus kekerasan seksual terhadap anak ini akan lebih mempermudah proses hukum yang sudah berjalan.
Apalagi, proses hukum pelaku masih diwarnai adu mulut antara kedua belah pihak. Teranyar, adu mulut terjadi antara Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait dan kuasa hukum terdakwa, Recky Bernadus Surupandy.
"Jadi ini sebetulnya yang kita sejak awal menyayangkan kenapa tidak ditahan. Seharusnya (pelaku) ditahan karena ini akan mempermudah proses hukumnya," kata Nahar saat ditemui di Kantor Kementerian PPPA, Jakarta, Senin (11/7/2022).
Baca juga: Jaksa Jemput Paksa Terdakwa Kasus Kekerasan Seksual Sekolah SPI
Nahar menuturkan, Julianto Eka Putra belum kunjung ditahan meskipun kasusnya sudah masuk ke Pengadilan Negeri Batu. Seharusnya kata dia, penanganan JE sudah bisa dilakukan sejak proses penyidikan.
Nahar menduga, aparat penegak hukum memiliki pertimbangan subjektif untuk tidak menahan Julianto. Ketentuan ini, kata Nahar, memang tercantum dalam Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam pasal 1 disebutkan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dilakukan dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
Baca juga: Adu Mulut Arist Merdeka Sirait hingga Aksi Damai Warnai Sidang Kasus Kekerasan Seksual Sekolah SPI
Lalu di pasal 4, penahanan hanya dapat dikenakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan tersangka atau terdakwa diancam dengan penjara 5 tahun atau lebih.
"Sebetulnya ada KUHAP bahwa seorang tersangka tidak ditahan itu kalau memenuhi tiga syarat, kooperatif, tidak akan menghilangkan barang bukti, dan tidak akan melarikan diri," jelas Nahar.
Lebih lanjut Nahar mengaku tidak bisa melakukan intervensi lebih jauh terhadap aparat penegak hukum, mengingat kasusnya masih dalam proses hukum.
Tetapi, kementerian akan terus mengingatkan aparat kepolisian agar proses penegakan hukum bisa dilaksanakan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.
"Kami mengingatkan dari tahap awal sampai sekarang bahwa proses-proses penegakan hukum bisa dilaksanakan sebaik-baiknya. Begitu sudah terbukti ini sebagai sebuah perbuatan tindak pidana khususnya tindakan kekerasan seksual terhadap anak, maka ketika itu sudah ditetapkan, tidak bisa tidak, tersangka akan ditahan," sebut Nahar.
Baca juga: Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Sekolah SPI Kota Batu, Kak Seto Berharap Sekolah Tak Ditutup
Sebagai informasi, Julianto merupakan motivator dan pendiri lembaga pendidikan SPI. Kasus kekerasan seksual yang dilakukan Julianto kepada para siswi terungkap sejak akhir Mei 2021 ketika korban melapor ke Komnas PA.
Kasus kekerasan diduga terjadi sejak tahun 2009 saat para korban masih duduk di bangku sekolah. Buntutnya, Julianto ditetapkan sebagai tersangka pada 5 Agustus 2021 dan dijerat pasal alternatif dengan ancaman hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun.
Tetapi, pelaku belum ditahan hingga kini. Jaksa Penuntut Umum, Edi Sutomo mengatakan tidak ditahannya terdakwa karena hal tersebut adalah keputusan majelis hakim.
"Nantinya sidang dilanjutkan di hari Rabu tanggal 20 Juli untuk tuntutan. Terdakwa tidak ditahan karena kewenangan majelis hakim. Dari kami langsung pelimpahan" kata Edi beberapa waktu lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.