Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernyataan Lili Pintauli yang Buat Dewas KPK Simpulkan Ada Pembohongan Publik

Kompas.com - 21/04/2022, 18:16 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar sudah terbukti melakukan pembohongan publik saat menggelar jumpa pers pada 30 April 2021 lalu.

Akan tetapi, Dewas KPK memutuskan menghentikan laporan kasus dugaan pembohongan publik yang ditujukan kepada Lili.

Keputusan itu tercantum dalam surat Dewas KPK nomor: R-978/PI.02.03/03-04/04/2022 tertanggal 20 April 2022, yang ditujukan kepada pelapor yakni Rieswin Rachwell, Benydictus Siumlala Martin Sumarno, Ita Khoiriyah dan Tri Artining Putri.

Di dalam surat itu tercantum tiga alasan yang membuat Dewas KPK memutuskan tidak melanjutkan pengusutan laporan terkait dugaan pembohongan publik yang dilakukan Lili.

Pertama adalah Dewas sudah melakukan kegiatan pengumpulan bahan-bahan informasi dan klarifikasi.

"Kedua, Lili telah terbukti berbohong kepada publik dalam konferensi pers tanggal 30 April 2021," demikian isi surat keputusan Dewas KPK yang dikutip pada Rabu (20/4/2022).

Baca juga: Dewas Tak Lanjutkan Kasus Pembohongan Publik Lili Pintauli ke Sidang Etik

Ketiga, salah satu alasan Dewas menjatuhkan sanksi etik kepada Lili sebelum ini yakni karena telah berbohong kepada publik dan konferensi pers tersebut.

"Sesuai dengan hasil pemeriksaan pendahuluan oleh Dewan Pengawas pada tanggal 29 Maret 2022 maka perbuatan Sdri. Lili Pintauli Siregar yang diduga melanggar Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK tidak dilanjutkan ke persidangan etik karena sanksi etiknya sudah terabsorbsi dengan Putusan Sidang Etik Nomor 05/DEWAS/ETIK/07/2021," demikian bunyi surat tersebut.

Menyangkal

Perkara laporan dugaan pembohongan publik yang dituduhkan kepada Lili terkait dengan kasus pelanggaran etik, yakni ketika dia berkomunikasi dengan mantan Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial.

Saat itu Syahrial terjerat kasus suap kepada seorang penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju. Dia menyogok Stepanus dengan uang Rp 1,695 miliar untuk mengurus perkara suap dugaan jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai.

Dalam kasus itu Dewas menggelar sidang etik terhadap Lili. Akhirnya, Dewas menyatakan Lili terbukti melanggar etika karena berkomunikasi dengan Syahrial, dan diganjar dengan hukuman pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.

Kemudian dalam jumpa pers pada 30 April 2021, Lili menyangkal telah berkomunikasi dengan Syahrial yang tengah terlibat perkara di KPK.

"Saya tegas menyatakan bahwa tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka MS (M Syahrial) terkait penanganan perkara yang bersangkutan, apalagi membantu dalam penanganan perkara yang sedang ditangani oleh KPK," ucap Lili saat itu.

Baca juga: Tak Lanjutkan Kasus Lili Pintauli, ICW Nilai Dewas Sudah Jadi Benteng Pelindung Pimpinan KPK

Lili menyatakan, dia sangat menyadari bahwa sebagai insan KPK, dia terikat dengan kode etik dan juga peraturan KPK yang melarangnya untuk berhubungan dengan pihak-pihak yang berperkara.

"Akan tetapi sebagai pimpinan KPK, khususnya dalam pelaksanaan tugas pencegahan, saya tentu tidak dapat menghindari komunikasi dengan seluruh kepala daerah," ucap Lili.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com