Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Lanjutkan Kasus Lili Pintauli, ICW Nilai Dewas Sudah Jadi Benteng Pelindung Pimpinan KPK

Kompas.com - 21/04/2022, 05:43 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) telah menjadi pelindung pimpinan lembaga antirasuah itu.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhan mengungkapkan hal itu untuk menanggapi putusan Dewas KPK yang tak melanjutkan proses pengusutan laporan dugaaan pelanggaran kode etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ke sidang etik.

“Penting kami tekankan objek pemeriksaan Dewas berbeda. Sanksi pemotongan gaji saudari LPS berkaitan dengan komunikasinya dengan mantan Wali Kota Tanjungbalai, bukan (soal) konferensi pers,” sebut Kurnia pada keterangannya, Rabu (20/4/2022).

“Lagi-lagi kami melihat Dewas bertindak menjadi benteng pengaman Pimpinan KPK,” sambung dia.

Baca juga: Dewas Tak Lanjutkan Kasus Pembohongan Publik Lili Pintauli ke Sidang Etik

Diketahui Lili sempat menyatakan tidak berkomunikasi dengan M Syahrial yang kala itu kasusnya tengah diselidiki oleh KPK terkait dugaan korupsi jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai.

Bantahan itu disampaikan Lili dalam konferensi pers 30 April 2021.

Namun pada 30 Agustus 2021, Dewas KPK menyatakan bahwa ia terbukti menjalin komunikasi itu dan menjatuhkan sanksi berupa pemotongan gaji pokok sebanyak 40 persen selama 12 bulan.

Kemudian Lili dilaporkan oleh 4 mantan pegawai KPK karena konferensi persnya itu dinilai merupakan penyebaran berita bohong.

Kurnia menganggap pemeriksaan Dewas KPK atas perkara ini janggal. Ia berharap hal ini tak terulang dalam proses pemeriksaan dugaan pelanggaran etik penerimaan gratifikasi oleh Lili pada gelaran MotoGP Mandalika.

Baca juga: Permintaan Mahfud dan Respons KPK Soal Penanganan Dugaan Pelanggaran Etik Lili Pintauli

“Dewas mesti objektif, transparan, dan berani untuk menindak serta membersihkan KPK dari orang-orang bermasalah seperti saudari LPS,” kata dia.

Lebih lanjut, Kurnia pun meminta agar Lili segera mengundurkan diri dari jabatannya.

“Sebab dirinya sudah tidak pantas lagi menduduki posisi sebagai Pimpinan KPK,” imbuh dia.

Diberitakan sebelumnya, Dewas KPK memutuskan tak memproses laporan dugaan penyebaran berita bohong yang disampaikan Lili ke persidangan etik.

Keputusan itu diketahui dari surat Dewas KPK Nomor R-978/PI.02.03/03-04/2022 tertanggal 20 April 2022 yang ditandatangani anggota Dewas Harjono.

Dalam surat itu disampaikan tiga alasan tidak dilanjutkannya laporan pelanggaran kode etik tersebut.

Pertama, Dewas telah mengumpulkan bahan-bahan informasi dan melakukan klarifikasi.

Baca juga: MAKI Minta Direktur Gratifikasi KPK Tolak jika Ada Laporan Terkait Gratifikasi Lili Pintauli

Dua, Lili telah terbukti berbohong pada publik dalam konferensi pers 30 April 2021.

Tiga, salah satu alasan Dewas menjatuhkan sanksi etik pada Lili adalah tindakannya telah berbohong pada publik dalam konferensi pers tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com