Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Silvanus Alvin
Dosen

Silvanus Alvin adalah dosen di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan penulis buku Komunikasi Politik di Era Digital: dari Big Data, Influencer Relations & Kekuatan Selebriti, Hingga Politik Tawa.

Andai Pilpres Hari Ini, Anda Pilih Siapa?

Kompas.com - 23/02/2022, 11:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA hari ini, berita mengenai survei popularitas maupun elektabilitas calon presiden (capres) 2024 menghiasi pemberitaan di berbagai media.

Dalam narasi pemberitaan, metodologi untuk survei capres ini menyodorkan daftar kandidat. Misalnya, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) memberikan 29 nama. Sementara, Survei Indikator mencantumkan 19 nama.

Dari daftar tersebut, perwakilan lembaga survei bertanya ke responden, kemudian hasilnya dicatat. Beberapa nama yang muncul dalam survei tersebut antara lain adalah Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Erick Thohir, Airlangga Hartanto, dan lain-lain. Mayoritas berasal dari kalangan eksekutif, baik itu menteri atau kepala daerah.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Prabowo, Ganjar, Anies Berebut Suara Milenial

Ketika membaca berita-berita survei saat ini, terbesit ide ‘liar’. Bagaimana bila dimasukkan satu nama ke dalam daftar tersebut. Dan, satu nama tersebut misalnya Raffi Ahmad.

Kekuatan selebritas dalam politik tidak bisa dipandang sebelah mata. Besar kemungkinan hasil survei bisa berubah total.

Fenomena selebritas terjun ke politik

Dalam buku saya yang berjudul Komunikasi Politik di Era Digital: dari Big Data, Influencer Relations & Kekuatan Selebriti, Hingga Politik Tawa, terdapat satu sub-bab yang membahas mengenai fenomena artis terjun ke politik. Para artis Indonesia yang masuk ke panggung politik menunjukkan grafik yang menanjak untuk tingkat partisipasinya. Tren yang terjadi, para selebritas Tanah Air menjadi caleg dan berupaya menjadi anggota DPR RI.

Pada Pemilu 2004 terdapat 38 caleg selebritas. Kemudian, Pemilu 2009 diikuti 61 caleg selebritas. Selanjutnya, 71 caleg selebritas berpartisipasi di Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 dengan partisipasi 91 caleg selebritas.

Pemilu 2019, hanya 14 selebritas yang tembus ke Senayan. Mayoritas berasal dari kalangan generasi X (kelahiran 1965-1980).

Mereka adalah Mulan Jamella (Gerindra, Dapil Jabar XI), Krisdayanti (PDIP, Dapil Jatim V), Tommy Kurniawan (PKB, Dapil Jabar V), Farhan (NasDem, Dapil Jabar I), Rano Karno (PDIP, Dapil Banten III), Nurul Arifin (Golkar, Dapil Jabar I), Nico Siahaan (PDIP, Dapil Jabar I), Eko Patrio (PAN, Dapil DKI Jakarta I), Desy Ratnasari (PAN, Dapil Jabar IV), Dede Yusuf (Demokrat, Dapil Jabar I), Primus Yustisio (PAN, Dapil Jabar V), Rieke Diah Pitaloka (PDIP, Dapil Jabar VII), Arzetty Bilbina (PKB, Dapil Jatim I), dan Rachel Maryam (Gerindra, Dapil Jabar II).

Sejauh ini, belum ada selebritas Tanah Air yang masuk ke politik dan menjadi capres, apalagi menjadi Presiden RI.

Setidaknya ada empat negara yang memiliki presiden dengan latar belakang selebritas, yakni Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan, Presiden Filipina Joseph Estrada, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, dan Presiden Polandia Lech Kazynski.

Andai pilpres dilakukan hari ini

Profesor P David Marshall dari Deakin University sekaligus penulis buku Celebrity and Power (1997) menulis, “in politics, a leader must somehow embody the sentiments of the party, the people and the state. In the realm of entertainment, a celebrity must somehow embody the sentiments of the audience” (hlm. 203).

Di era saat ini, garis pemisah antara politik dan selebritas sudah mulai hilang. Hal itu terjadi karena publik adalah audiens.

Politisi bergaya bak selebritas untuk memberi pertunjukkan dan menarik perhatian publik. Sebaliknya, selebritas terjun ke politik karena mengetahui modal popularitasnya bisa dikonversi menjadi jabatan politik.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Elektabilitas Prabowo, Ganjar, Anies Masih Dominan

Kembali ke Raffi Ahmad, selebritas berusia 35 tahun yang lahir pada 17 Februari 1987, dan termasuk kategori generasi milenial. Instagram Raffi-Nagita @raffinagita1717 saat ini memiliki 56,7 juta followers. Itu berarti, hampir seperempat dari total populasi di Indonesia mengenal Raffi Ahmad. Popularitas ini merupakan modal politik yang besar.

Bersama sang istri Nagita Slavina, Raffi mendirikan Rans Entertainment pada 2015 lalu. Menuju ke usia tujuh tahun, Rans telah menjelma menjadi salah satu media besar. YouTube Rans memiliki 23 juta subscribers dan Instagram dengan 2,2 juta followers.

Bila membicarakan media sosial, maka jumlah akun yang dijangkau (reach) bisa lebih tinggi lagi angkanya. Tidak hanya itu, jika dilakukan digital ads maka reach pun bisa berlipat ganda dari total pengikut.

Professor Komunikasi Politik dari University Antwerp, Peter Van Aelst dan Stefaan Walgrave mencetuskan model Information and Arena. Mereka memaparkan media adalah arena dalam komunikasi politik, dan pihak yang menguasai media bisa mengontrol arus informasi, sehingga lebih mendekatkan mereka pada tujuan politiknya.

Bayangkan bila Raffi Ahmad tiba-tiba (atau setelah membaca opini ini) memutuskan untuk masuk bursa capres. Kekuatan selebritas yang dimiliki Raffi, dipertajam dengan kekuataan media sosial melalui Rans Entertainment serta praktik digital ads. Bukan tidak mungkin, ayah dari Rafatar ini menghadirkan disrupsi di konstelasi politik Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSU 863 TPS di Gorontalo, KPU Klaim Ribuan KPPS Telah Direkrut dalam 5 hari

PSU 863 TPS di Gorontalo, KPU Klaim Ribuan KPPS Telah Direkrut dalam 5 hari

Nasional
KPU Sebut 5 Parpol Kurang Caleg Perempuan Sudah Perbaiki Daftar Calon untuk PSU Gorontalo

KPU Sebut 5 Parpol Kurang Caleg Perempuan Sudah Perbaiki Daftar Calon untuk PSU Gorontalo

Nasional
Bawaslu Soroti Potensi Ketidakakuratan Daftar Pemilih Pilkada 2024

Bawaslu Soroti Potensi Ketidakakuratan Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Novel Baswedan Sampai Mantan 'Raja OTT' Akan Daftar Capim KPK

Novel Baswedan Sampai Mantan "Raja OTT" Akan Daftar Capim KPK

Nasional
Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P pada Pilkada Jakarta

Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P pada Pilkada Jakarta

Nasional
Datang ke Istana, Bamsoet Lapor Persiapan Sidang Tahunan MPR Terakhir Jokowi

Datang ke Istana, Bamsoet Lapor Persiapan Sidang Tahunan MPR Terakhir Jokowi

Nasional
Wapres Peringatkan Limbah B3 Tak Bisa Dibuang Sembarangan

Wapres Peringatkan Limbah B3 Tak Bisa Dibuang Sembarangan

Nasional
Produksi Karpet Mobil Ternama Dunia Dibuat di Pasuruan, Wapres: Tinggal Buat Mobilnya...

Produksi Karpet Mobil Ternama Dunia Dibuat di Pasuruan, Wapres: Tinggal Buat Mobilnya...

Nasional
Tak Hanya Segelintir, Ternyata Ada 82 Anggota DPR RI yang Main Judi Online

Tak Hanya Segelintir, Ternyata Ada 82 Anggota DPR RI yang Main Judi Online

Nasional
Pusat Data Nasional Jebol: Menkominfo Mundur atau Dimaklumi?

Pusat Data Nasional Jebol: Menkominfo Mundur atau Dimaklumi?

Nasional
Wapres: Penegakan Hukum Harus Punya Dasar yang Dapat Dipertanggungjawabkan

Wapres: Penegakan Hukum Harus Punya Dasar yang Dapat Dipertanggungjawabkan

Nasional
Ada Dua Versi Sikap Jokowi soal Kaesang Maju Pilkada Jakarta, Mana yang Benar?

Ada Dua Versi Sikap Jokowi soal Kaesang Maju Pilkada Jakarta, Mana yang Benar?

Nasional
Coklit Pemilih Pilkada Berlangsung, Bawaslu Ungkap 10 Kerawanan Prosedur

Coklit Pemilih Pilkada Berlangsung, Bawaslu Ungkap 10 Kerawanan Prosedur

Nasional
Hari Ini, SYL dkk Hadapi Sidang Tuntutan Kasus Pemerasan dan Gratifikasi di Kementan

Hari Ini, SYL dkk Hadapi Sidang Tuntutan Kasus Pemerasan dan Gratifikasi di Kementan

Nasional
Stafsus Klaim Jokowi Tak 'Cawe-cawe' di Pilkada Mana Pun

Stafsus Klaim Jokowi Tak "Cawe-cawe" di Pilkada Mana Pun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com