Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjabat Kepala Daerah dari ASN Dinilai Berisiko Abaikan Kekhususan Daerah Otsus/Istimewa

Kompas.com - 18/02/2022, 17:17 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Institut Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengatakan, penunjukan penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan kepala daerah yang habis masa jabatannya di 2022-2023 berpotensi mengabaikan kekhususan di daerah yang berstatus istimewa atau otonomi khusus (otsus).

Menurut Djohermansyah, daerah yang memiliki kekhususan seperti Aceh, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Papua, dan Papua Barat memiliki ketentuan dan persoalan yang spesifik.

"Jika akan mengangkat penjabat kepala daerah dari ASN dalam waktu yang lama tentunya memiliki risiko, yakni bisa mengabaikan kekhususan di daerah-daerah otsus atau istimewa," kata Djohermansyah dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Jumat (18/2/2022).

Baca juga: Mendagri Diminta Hati-hati Tentukan Penjabat Kepala Daerah di Aceh

Djohermansyah menyebutkan, Aceh misalnya, memiliki ketentuan bahwa syarat menjadi gubernur adalah bisa mengaji dan paling tidak diusung dari partai politik lokal.

Kemudian, di DKI Jakarta, ketentuan menjadi pemenang pemilihan gubernur dan wakil gubernur yaitu harus mengantongi suara lima puluh persen plus satu.

"Berbeda lagi dengan DI Yogyakarta, di mana yang menjadi gubernur dan wakil gubernur adalah sultan dan pakualam yang bertakhta. Artinya, gubernur dan wakil gubernur berasal dari keturunan kesultanan keraton," ujarnya.

Sementara itu, di Papua dan Papua Barat, gubernur dan wakil gubenur harus orang asli Papua (OAP). Jika syarat tersebut tidak dipenuhi, maka Majelis Rakyat Papua (MRP) akan menolak.

"Lebih-lebih lagi gejolak konflik di Papua belum reda," tuturnya.

Baca juga: Penunjukkan TNI-Polri Sebagai Penjabat Kepala Daerah Diharapkan Jadi Opsi Terakhir

Karena itu, menurut Djohermansyah, memperpanjang masa jabatan kepala daerah di daerah khusus bisa menjadi opsi.

Dia mengatakan, perpanjangan masa jabatan ini bisa dilakukan melalui revisi undang-undang daerah khusus masing-masing.

"Di daerah dengan status otsus/istimewa perlu dilakukan revisi undang-undangnya untuk mengakomodasi perpanjangan masa jabatan kepala daerahnya," kata dia.

Djohermansyah mengungkapkan, beberapa alasan untuk memperpanjang masa jabatan kepala daerah ini, antara lain, karena mereka telah menguasai pengetahuan penyelenggaraan pemerintahan daerah, berpengalaman menghadapi dinamika politik lokal, serta berpengalaman mengatasi Covid-19.

Baca juga: PDI-P Minta Mendagri Pastikan Penjabat Kepala Daerah Bukan Partisan Parpol

Sebanyak 271 kepala daerah akan habis masa jabatannya pada tahun 2022-2023. Dari 271 kepala daerah yang masa jabatannya habis sepanjang 2022-2023, sebanyak 27 di antaranya adalah gubernur.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang telah disempurnakan menjadi UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, kekosongan jabatan kepala daerah diselesaikan dengan pengangkatan penjabat kepala daerah.

Para penjabat gubernur, bupati, dan wali kota bertugas hingga terpilihnya kepala daerah definitif melalui Pilkada serentak 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com