JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menegaskan, kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat tak mengenal kedaluwarsa atau berakhirnya batas waktu penuntutan.
"Kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang berat tidak mengenal kedaluwarsa," tegas Usman, dalam pemutaran film dan diskusi publik 23 Tahun Kejahatan Semanggi I: Mencari Keadilan, dikutip dari kanal YouTube Jakartanicus, Kamis (11/11/2021).
Baca juga: Presiden Jokowi Diminta Perintahkan Jaksa Agung Segera Tuntaskan Tragedi Semanggi I dan II
Dalam proses penuntasan kasus yang terjadi pada masa lalu, Usman menilai keliru apabila penegakan hukum tidak bisa diharapkan karena peristiwa pelanggaran HAM sudah berlalu hingga puluhan tahun.
Usman juga menekankan hal yang tak kalah penting yakni tersangka kasus pelanggaran HAM berat tidak bisa diberikan imunitas atau kekebalan hukum.
"Atau impunitas, tidak juga bisa dihapuskan hanya karena ada proses pemutihan melalui proses pemberian amnestim seperti yang terjadi Amerika Latin atau bahkan terjadi di Argentina," kata Usman.
Usman menegaskan, saat ini perlu ada kerja yang lebih keras dan kesabaran untuk mendapatkan keadilan dalam konteks penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat.
"Mungkin masih memerlukan waktu yang lebih panjang lagi untuk benar-benar mendapatkan keadilan yang kita inginkan atau yang diharapkan oleh para korban atau keluarga para korban serta para penyintas dari kejahatan di masa lalu termasuk dalam Peristiwa Semanggi," imbuh dia.
Baca juga: Utang yang Tak Kunjung Lunas: Pelanggaran HAM Berat pada Masa Lalu
Tragedi Semanggi I terjadi pada 13 November 1998. Saat itu, mahasiswa yang bergabung dengan masyarakat melakukan demonstrasi besar-besaran.
Mereka menolak Sidang Istimewa MPR pada 1998. Sidang tersebut dikhawatirkan melegitimasi kekuasaan Rezim Orde Baru melalui pengangkatan Habibie sebagai presiden.
Para pendemo juga menuntut penghapusan dwi-fungsi ABRI sebagai salah satu bentuk campur tangan politik dari kalangan militer.
Aksi tersebut diwarnai kericuhan hingga menimbulkan korban jiwa.
Pada 27 Agustus 2001, Komnas HAM membentuk Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM).
Tim penyelidik ad hoc ini bertugas menyelidiki dugaan terjadinya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Trisakti pada 12 Mei 1998, Semanggi I pada 13 November 1998, dan Semanggi II pada 23 September 1999.
Baca juga: Konflik dan Pelanggaran HAM, Catatan Kelam 20 Tahun Reformasi
Dalam laporan tertanggal 20 Maret 2002, KPP HAM menyebut, penembakan mahasiswa yang terjadi menjelang kejatuhan Presiden Soeharto dan setelahnya telah melahirkan kekerasan.
Kekerasan terjadi karena penanganan demonstrasi yang dilakukan secara represif. Kebijakan penanganan demonstrasi oleh aparat negara secara represif telah menimbulkan korban dari kelompok mahasiswa dan masyarakat sipil.
Desakan kuat dari masyarakat untuk diadakan pengusutan dan penyelidikan terhadap ketiga peristiwa itu pun menguat. Namun, hingga kini kasus Tragedi Semanggi I belum tuntas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.