JAKARTA, KOMPAS.com - Pelantikan 1.271 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dinilai menunjukan betapa seriusnya keinginan Pimpinan KPK menyingkirkan pegawai tertentu.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rahman menyebutkan hal itu karena pelantikan tetap dilaksanakan di tengah polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) masih terjadi.
"Pelantikan di tengah kontroversi TWK yang belum tuntas memperlihatkan betapa ngototnya pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai tertentu," sebut Zaenur pada Kompas.com, Rabu (2/6/2021).
Ia menganggap, polemik soal TWK belum berakhir karena para pemangku kebijakan belum menjalankan instruksi Presiden Joko Widodo untuk tidak menggunakan hasil TWK sebagai dasar pemberhentian pegawai KPK.
Selain itu Zaenur juga menegaskan bahwa TWK itu sendiri masih banyak masalah.
Baca juga: KPK Pastikan Proses Hukum Stepanus Robin Berjalan, Termasuk Panggil Azis Syamsuddin
Pertama, dari aspek dasar hukum, Zaenur menyebut bahwa penyelenggaraan TWK tidak sesuai dengan tiga aturan yakni Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70 Tahun 2019; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020; dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
"Sejak awal TWK bermasalah dari sisi dasar hukumnya, karena bertentangan dengan Putusan MK Nomor 70 Tahun 2019, dan tidak diperintahkan PP Nomor 41 Tahun 2020 dan UU Nomor 19 Tahun 2019," sebut dia.
Masalah berikutnya, sambung Zaenur, adalah materi soal TWK yang dianggap menyimpang dan tak memiliki hubungan dengan kompetensi pegawai KPK.
"Pelaksanaan TWK juga bermasalah karena menggunakan pertanyaan diskriminatif yang tidak berkorelasi dengan tugas pegawai KPK," jelasnya.
Saat ini, Zaenur berpendapat, tinggal menunggu keberanian pimpinan KPK mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian 51 pegawai yang tetap dianggap Tak Memenuhi Syarat (TMS) dan tak bisa diangkat menjadi ASN.
Ia menduga pimpinan KPK sedang mengulur waktu hingga kemarahan publik mereda akibat keputusan itu.
Baca juga: KPK Tak Akan Publikasikan Nama-nama Pegawai Tak Lolos TWK
"Saat ini tinggal menunggu keberanian Pimpinan KPK untuk mengeluarkan SK pemecatan 51 pegawai yang dianggap merah. Strategi pimpinan KPK yang sudah-sudah adalah mengulur waktu, sambil menunggu kemarahan publik reda," imbuhnya.
Sebelum SK pemberhentian diberikan, Zaenur menyebut masih ada usaha untuk menyelamatkan lembaga antirasuah itu.
Ia berharap Presiden mau mengambil langkah untuk memanggil para pihak terkait seperti Pimpinan KPK, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Menteri Pendayagunaan Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), dan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) untuk melaksanakan arahannya.
"Presiden harus mengambil langkah agar mereka kembali duduk bersama dan menjalankan pidato Presiden yaitu tidak menggunakan hasil TWK sebagai dasar pemecatan pegawai KPK," kata Zaenur.