Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden PKS: Atas Nama Wawasan Kebangsaan dan Cinta Indonesia Pejuang Antikorupsi Disingkirkan!

Kompas.com - 30/05/2021, 11:40 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Irfan Maullana

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden PKS Ahmad Syaikhu menyatakan, 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disingkirkan atas nama tes wawasan kebangsaan (TWK) dan kecintaan terhadap NKRI.

"Hari-hari ini rakyat Indonesia juga menyaksikan secara kasat mata, atas nama wawaan kebangsaan dan cinta Indonesia para pejuang antikorupsi ramai-ramai disingkirkan. Menyaksikan fakta ini, rasa keadilan rakyat pun semakin terkoyak-koyak," tegas Syaikhu dalam acara Halal Bi Halal dan Puncak Acara HUT ke-19 PKS, Minggu (30/5/2021).

Dengan disingkirkannya para pejuang antikorupsi tersebut, kata Syaikhu, kesadaran nurani masyarakat tersakiti. Sebab, agenda pemberantasan korupsi kini dilemahkan.

Baca juga: Ray Rangkuti Nilai Alasan Pemberhentian 51 Pegawai KPK Tak Bisa Dibina adalah Penghinaan

Di saat yang sama, lanjut dia, praktik korupsi oleh pejabat negara juga terus terjadi. Contohnya, kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo.

Padadahal, bansos tersebut seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.

"Justru dikorupsi abis-abisan oleh pejabat negara yang korup," terang mantan Wakil Wali Kota Bekasi tersebut.

Baca juga: Ray Rangkuti: TWK Pegawai KPK Memecah Belah Bangsa

Syaikhu menyebut kondisi ini telah membuat masyarakat bertanya-tanya apakah integritas dan sikap antikorupsi sebuah cerminan seseorang tidak pancasilais dan cinta NKRI.

Karena itu, ia menegaskan bahwa jangan sampai hanya karena ulah segelintir oknum membuat KPK tak berdaya.

"Jika itu terjadi maka rakyatlah yang dirugikan," katanya.

Baca juga: 51 Pegawai KPK Diberhentikan, PKS Nilai KPK di Titik Nadir

Sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos TWK. Dari 75 pegawai tersebut, 51 di antaranya diberhentikan dan 24 pegawai akan dibina kembali.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut penilaian asesor terhadap 51 pegawai tersebut merah dan tidak mungkin dibina.

"Yang 51 orang, ini kembali lagi dari asesor, ini sudah warnanya dia bilang, sudah merah dan ya, tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan," kata Alexander dalam konferensi pers, Selasa (25/5/2021).

Baca juga: Tak Percaya 51 Pegawai Sulit Dibina, Lakpesdam PBNU Sayangkan KPK soal Pemberhentian

Kendati demikian, Alexander tidak menjelaskan lebih detail mengenai tolok ukur penilaian dan alasan kenapa pegawai KPK itu tidak dapat dibina.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala BKN Bima Haria Wibisana memaparkan tiga aspek terkait penilaian asesmen TWK. Ketiga aspek itu yakni aspek pribadi, pengaruh, dan PUPN (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah.

Menurut Bima, 51 pegawai KPK tersebut mendapat penilaian negatif dalam ketiga aspek. Sementara itu, 24 pegawai lainnya mendapat nilai yang baik dalam aspek PUNP, namun memiliki masalah dalam dua aspek lainnya.

"Untuk yang aspek PUPN itu harga mati. Jadi tidak bisa dilakukan penyesuaian, dari aspek tersebut," ucap Bima.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com