JAKARTA, KOMPAS.com - Platform LaporCovid-19 mungkin tidak asing lagi di kalangan masyarakat.
Pasalnya, platform ini telah menjadi salah satu sarana berbagi informasi seputar penanganan Covid-19 yang belum dijangkau pemerintah.
Selain sarana berbagi informasi, LaporCovid-19 juga menampung laporan warga terkait penanganan pandemi Covid-19 dan menindaklanjutinya.
LaporCovid-19 pun terlibat dalam pencatatan angka-angka terkait situasi pandemi di Indonesia menggunakan pedekatan crowdsourcing atau partisipasi warga.
Berdirinya platform ini tak lepas dari sosok Irma Hidayana yang menjadi inisiator bersama tujuh orang rekannya yang peduli dengan penanganan pandemi Covid-19.
Baca juga: Pantang Pulang Sebelum Padam ala Irma Hidayana, Inisiator Platform LaporCovid-19
Berikut wawacara singkat Kompas.com bersama Irma Hidayana:
Bagaimana awalnya bisa bergabung dengan Laporcovid sebagai inisiator?
Pekerjaan saya di bidang public health, memang saya banyak fokus di kesehatan ibu dan anak. Sebenarnya saya banyak meneliti tentang peran industri dalam public health.
Konsentrasi penuhnya itu sebenarnya ibu dan anak, terutama melihat hubungan industri dalam kesehatan ibu dan anak, serta kesehatan secara luas termasuk dalam perspektif ekologi dan kebijakan pemerintah.
Karena ternyata itu multidimensi, kebijakan pemerintah, peran serta industri, politik, ekonomi, masyarakat, dan lain sebagainya itu bercampur di situ.
Awal-awal yang sangat terasa itu adalah ketika ada Covid-19 di Wuhan, kemudian menyebar di beberapa negara sudah confirm. Malaysia sudah melaporkan ada kasus, Singapura, Thailand juga. Indonesia itu keep denying, kalau negara kita itu enggak ada virus.
Dari sisi kesehatan masyarakat, kalaupun tidak ada penelitian itu bisa diragukan kenapa di berbagai negara tetangga saja udah masuk, kenapa Indonesia enggak. Padahal ada risk factor-nya.
Baca juga: Data Kematian Milik LaporCovid Lebih Banyak 4 Kali Lipat dari Pemerintah, Ini Penjelasannya
Penerbangan dari berbagai negara itu belum distop. Yang terutama sekali adalah penerbangan dari daerah asal outbreak, dari Wuhan itu tetap dibuka. Juga di negara-negara lain yang memungkinkan potensi orang yang terinfeksi itu membawa infeksi ke negara kita.
Karena kita itu ada yang namanya prinsip pengendalian dan pencegah infeksi. Jadi prinsipnya itu kalau pencegahan itu dilakukan, maka potensi kesembuhan atau potensi risiko minimal, akan adanya suatu keparahan akibat suatu penyakit itu bisa diredam.
Apa keresahan itu ada hubungan juga dengan pekerjaan?
Sebetulnya saya bekerjanya independen, saya independent consultant. Saya mengerjakan beberapa program dari beberapa lembaga baik internasional maupun nasional. Jadi tidak spesifik penyakit menular. Yang saya lakukan ya cuma berbagi keresahan saja sama beberapa rekan.
"Ini ada masalah di kita, kenapa kok sangat luwes banget, pencegahannya itu enggak ada."
Kita diajak tidak berpikir logis dengan, "Percayalah bahwa virus tidak akan masuk karena masyarakat kita itu rajin berdoa". "Kita rajin minum susu kuda liar". "Rajin makan nasi kucing", dan lain sebagainya.
Karena resah, kemudian mengobrol dengan beberapa teman baik, sebenarnya di bidang bukan kesehatan masyarakat, tapi biasanya bareng di kampanye antikorupsi.
Saya melihatnya pada saat itu ini bukan hanya masalah public health tetapi ini bakal akan ada intersection antara public health, politik, ekonomi dan lain sebagainya semuanya. Karena, mitigasi bencana kesehatan masyarakat itu tidak akan hanya melibatkan masalah kesehatan masyarakat, tetapi juga masalah political commitment, dan lain-lainnya termasuk ekonomi.
Baca juga: Pemerintah Ingatkan Disiplin Protokol Kesehatan Kunci Sukses Program Vaksinasi Covid-19
Demam, sakit kepala, meriang, pusing, muntah, sesak nafas, gatal, kejang, bengkak, bentol, dan lainnya dialami pascavaksinasi, lapor ke LaporCovid19 untuk ditindaklanjuti dan sebagai pencatatan Kejadian Ikutan Pasca-imunisasi (KIPI) vaksinasi #Covid19. pic.twitter.com/y8fJhqyIMs
— LaporCovid19 (@LaporCovid) May 24, 2021
Kemudian kita perlu adanya data yang akuntabel, data transparan. Jadi dengan adanya kasus 01,02 yang secara volunteer itu melaporkan ke pemerintah, kok bukan pemerintah yang mendeteksi sih.
Harusnya justru negara yang identify, detected initial cases. Ini justru warganya yang berpartisipasi secara aktif untuk minta dites dan ternyata benar.