Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi: Untuk Siapa UU Cipta Kerja jika Rakyat Tidak Didengarkan?

Kompas.com - 07/10/2020, 17:00 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Para guru besar dan akademisi dari puluhan perguruan tinggi menyampaikan penolakan terhadap Undang-undang Cipta Kerja yang telah disahkan DPR pada Senin (5/10/2020) lalu.

Dalam pertanyaan sikapnya, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti mempertanyakan pemerintah dan DPR yang tetap mengesahkan UU Cipta Kerja tanpa mempertimbangkan aspirasi publik.

"Apakah memang tidak ingin mendengar suara kami, suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan di negeri ini? Untuk siapa sebetulnya Undang-undang Cipta Kerja ini jika rakyat tidak didengarkan?" kata Susi dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Selasa (7/10/2020).

Baca juga: KSP: Masih Ada Ruang untuk Gugat UU Cipta Kerja di MK

Susi menuturkan, penyusunan undang -undang semestinya mempertimbangkan aspirasi publik, karena UU merupakan cara rakyat untuk menentukan bagaiamana cara negara diatur dan diselenggarakan.

Susi menilai DPR dan Pemerintah terburu-buru menuntaskan penyusunan UU Cipta Kerja sampai-sampai penetapannya dilakukan pada tengah malam.

Menurut Susi, hal itu juga mengubah persepsi publik terhadap kinerja DPR dan Pemerintah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Sebab, DPR dan Pemerintah biasanya lamban dalam membuat undang-undang. Undang-undang yang dinilai penting oleh rakyat pun justru ditunda pembahasannya.

"Kenapa undang-undang cipta kerja yang prosedur dan materi muatannya sebagaimana tadi telah disampaikan banyak bermasalah harus terburu-buru disahkan bahkan sampai menyita waktu istirahat para anggota dewan dan menteri-menteri yang terhormat?" kata Susi.

Baca juga: Luhut Klaim Omnibus Law UU Cipta Kerja Tak Merugikan Rakyat

Susi mengatakan, sudah banyak telaah ilmiah yang mengkritik kehadiran Undang-undang Cipta Kerja namun hal itu diabaikan oleh para pembuat kebijakan.

Oleh karena itu, ia menyoroti partisipasi publik yang diamanatkan Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Selain tidak mempertimbangkan aspirasi publik, Susi mengatakan, UU Cipta Kerja juga melanggar nilai-nilai konstitusi, salah satunya soal otonomi daerah yang dinilai telah tereduksi.

"Peran pemerintah daerah dengan demikian seakan-akan dikerdilkan. Jakarta menjadi terlalu kuat," kata dia.

Baca juga: Saat Jokowi Ikut Berperan Dikebutnya Pengesahan UU Cipta Kerja...

Kemudian, Susi menyoroti hak-hak buruh dan kondisi lingkungan hidup yang diabaikan oleh UU Cipta Kerja.

Atas alasan-alasan tersebut, Susi pun menyampaikan pesan kepada Presiden Joko Widodo dan anggota DPR untuk mendengarkan suara rakyat yang menolak UU Cipta Kerja.

"Kami berharap agar bapak-bapak, ibu-ibu yang terhormat, serta saudara-saudara yang lainnya yang terlibat di dalam pembentukan undang-undang Cipta Kerja ini dengan sungguh-sungguh mendengarkan suara keberatan kami. Kami, rakyat Indonesia," kata Susi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com