JAKARTA, KOMPAS.com - Para guru besar dan akademisi dari puluhan perguruan tinggi menyampaikan penolakan terhadap Undang-undang Cipta Kerja yang telah disahkan DPR pada Senin (5/10/2020) lalu.
Dalam pertanyaan sikapnya, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti mempertanyakan pemerintah dan DPR yang tetap mengesahkan UU Cipta Kerja tanpa mempertimbangkan aspirasi publik.
"Apakah memang tidak ingin mendengar suara kami, suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan di negeri ini? Untuk siapa sebetulnya Undang-undang Cipta Kerja ini jika rakyat tidak didengarkan?" kata Susi dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Selasa (7/10/2020).
Baca juga: KSP: Masih Ada Ruang untuk Gugat UU Cipta Kerja di MK
Susi menuturkan, penyusunan undang -undang semestinya mempertimbangkan aspirasi publik, karena UU merupakan cara rakyat untuk menentukan bagaiamana cara negara diatur dan diselenggarakan.
Susi menilai DPR dan Pemerintah terburu-buru menuntaskan penyusunan UU Cipta Kerja sampai-sampai penetapannya dilakukan pada tengah malam.
Menurut Susi, hal itu juga mengubah persepsi publik terhadap kinerja DPR dan Pemerintah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Sebab, DPR dan Pemerintah biasanya lamban dalam membuat undang-undang. Undang-undang yang dinilai penting oleh rakyat pun justru ditunda pembahasannya.
"Kenapa undang-undang cipta kerja yang prosedur dan materi muatannya sebagaimana tadi telah disampaikan banyak bermasalah harus terburu-buru disahkan bahkan sampai menyita waktu istirahat para anggota dewan dan menteri-menteri yang terhormat?" kata Susi.
Baca juga: Luhut Klaim Omnibus Law UU Cipta Kerja Tak Merugikan Rakyat
Susi mengatakan, sudah banyak telaah ilmiah yang mengkritik kehadiran Undang-undang Cipta Kerja namun hal itu diabaikan oleh para pembuat kebijakan.
Oleh karena itu, ia menyoroti partisipasi publik yang diamanatkan Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Selain tidak mempertimbangkan aspirasi publik, Susi mengatakan, UU Cipta Kerja juga melanggar nilai-nilai konstitusi, salah satunya soal otonomi daerah yang dinilai telah tereduksi.
"Peran pemerintah daerah dengan demikian seakan-akan dikerdilkan. Jakarta menjadi terlalu kuat," kata dia.
Baca juga: Saat Jokowi Ikut Berperan Dikebutnya Pengesahan UU Cipta Kerja...
Kemudian, Susi menyoroti hak-hak buruh dan kondisi lingkungan hidup yang diabaikan oleh UU Cipta Kerja.
Atas alasan-alasan tersebut, Susi pun menyampaikan pesan kepada Presiden Joko Widodo dan anggota DPR untuk mendengarkan suara rakyat yang menolak UU Cipta Kerja.
"Kami berharap agar bapak-bapak, ibu-ibu yang terhormat, serta saudara-saudara yang lainnya yang terlibat di dalam pembentukan undang-undang Cipta Kerja ini dengan sungguh-sungguh mendengarkan suara keberatan kami. Kami, rakyat Indonesia," kata Susi.