Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut KPU, Ini Model Pemilu Serentak yang Tak Efektif dan jadi Beban

Kompas.com - 27/02/2020, 16:32 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menilai, tak semua opsi model pelaksanaan pemilu serentak yang diberikan Mahkamah Konstitusi (MK) perlu dipertimbangkan.

Pramono menilai, ada beberapa opsi yang tak efektif untuk dipraktikan, di antaranya model pemilu lima kotak suara.

"Sebenarnya pilihan (model pemilu) 1 dan 2 itu kalau bagi KPU sudah terbukti tidak manageable," kata Pramono saat ditemui di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2020).

Baca juga: MK Sarankan 6 Model Pelaksanaan Pemilu Serentak

Opsi pertama yang dimaksud Pramono yaitu pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota. Model ini pernah diterapkan pada pemilu 2019.

Selanjutnya, opsi kedua yang dimaksud Pramono adalah pemilu lima kotak yang menggabungkan pemilu presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, gubernur, serta bupati atau wali kota.

Berkaca dari tahun 2019, kata Pramono, pemilihan umum lima kotak suara sangat membebani pelaksanaan teknis pemilu. Pada saat itu, terjadi banyak kendala pemungutan suara karena keterlambatan logistik.

Tidak hanya itu, pemilu lima kotak suara juga dinilai membebani penyelenggara pemilu, khususnya yang bertugas di tingkat bawah.

"Proses pemungutannya kan melebihi kekuatan fisik sebagian penyelenggara kita sehingga mengakibatkan jumlah petugas kita yang meninggal berkali lipat dibanding petugas yang meninggal di (Pemilu) 2014," ujar Pramono.

Baca juga: Pemerintah dan DPR Harus Cermat Tentukan Model Keserentakan Pemilu

Selain kedua opsi tersebut, ada satu opsi MK lain yang menurut Pramono tak perlu dipertimbangkan, yaitu opsi pemilu tujuh kotak suara.

Pemilu model ini menggabungkan seluruh pemilu dalam satu waktu, yaitu pemilu presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur, serta bupati/wali kota.

"Mungkin (opsi pemilu 7 kotak suara) efisien, hanya akan pemilu sekali, tetapi dari sisi teknis rasanya itu tidak perlu kita pertimbangan," kata dia.

Baca juga: DPR dan Pemerintah Akan Bahas 6 Model Pemilu Serentak dalam Putusan MK

Pramono melanjutkan, meski putusan MK memberi enam opsi model pelaksanaan pemilu, MK juga sekaligus menegaskan bahwa model yang nantinya diterapkan harus mempertimbangkan sejumlah hal.

Misalnya, harus harus melibatkan publik, tidak berubah-ubah, pelaksanaannya efektif dan mudah dimanajemen, hingga mudah bagi pemilih.

"Satu lagi secepatnya duputuskan agar waktu simulasinya memadai," kata dia.

Baca juga: MK Putuskan Pilpres Digelar Serentak dengan Pemilihan DPR dan DPD

Sebelumnya diberitakan, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan bahwa keserentakan pemilihan umum yang diatur di Undang-undang Pemilu dan UU Pilkada dimaknai sebagai pemilihan umum untuk memilih anggota perwakilan rakyat di tingkat pusat, yaitu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com