Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

100 Hari Jokowi-Ma'ruf, 9 Catatan YLBHI soal Buruknya Penegakan Hukum dan HAM

Kompas.com - 30/01/2020, 05:05 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai, dalam 100 hari kepemimpinan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, kondisi hukum dan hak asasi manusia terus memburuk. Selain itu, perihal hak konstitusi juga kian diabaikan.

"Hal ini mengindikasikan yang akan terjadi selama lima tahun masa pemerintahan Jokowi-Ma’ruf," kata Ketua Umum YLBHI Asfinawati melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (29/1/2020).

Baca juga: 100 Hari Jokowi-Maruf, PKS Soroti Agenda Pemberantasan Korupsi

YLBHI memetakan sembilan permasalahan utama yang muncul di 100 hari pertama kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf.

Pertama, dari segi keamanan, YLBHI menilai telah terjadi perluasan definisi radikalisme menjadi intoleransi. Hal ini terbukti dari munculnya surat keputusan bersama 11 kementerian dan lembaga tentang penanganan radikalisme dalam rangka penguatan wawasan kebangsaan pada aparatur sipil negara (ASN).

Selain definisi yang tidak jelas, pelaksanaan SKB ini menjadi sewenang-wenang.

"Tentu kita tidak suka dengan intoleransi, tetapi mengkategorikannya sewenang-wenang akan memunculkan penanganan yang salah dan tidak menyelesaikan masalah. Hal ini juga ditunjukkan dengan melibatkan TNI dalam persoalan keamanan," ujar Asfina.

Baca juga: 100 Hari Politik “Bongkar” ala Jokowi

Jokowi-Ma'ruf juga dinilai telah membungkam kebebasan sipil. Hal ini ditunjukkan melalui pernyataan Jokowi yang meminta Badan Inteligen Negara (BIN) dan Polri “mendekati” ormas yang menolak Omnibus Law.

Bersamaan dengan itu, dwi-fungsi aparat pertahanan dan keamanan kembali terjadi. Sebab, belakangan, tidak sedikit unsur TNI dan kepolisian yang ditempatkan di berbagai jabatan kementerian dan lembaga.

Baca juga: 100 Hari Jokowi-Maruf dan Polemik Penegakan HAM

Pemerintah juga dinilai melanggengkan impunitas penuntasan pelanggaran HAM masa lalu.

Pasalnya, hingga saat ini tidak ada upaya penyidikan untuk menindaklanjuti dokumen peyelidikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat yang sudah dikirimkan Komnas HAM kepada Jaksa Agung.

Seratus hari berjalan, HAM pun dinilai semakin terabaikan. Menko Polhukam Mahfud MD bahkan mencoba memelintir tentang apa yang disebut pelanggaran HAM dengan mengatakan tidak ada pelanggaran HAM di era Jokowi.

"Demikian pula Jaksa Agung yang menyebut tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat. Pernyataan kedua orang ini menggambarkan pilihan politik pemerintahan yang mengabaikan HAM," kata Asfina.

Baca juga: 100 Hari Jokowi-Ma’ruf: Gebrakan Jokowi Gaet Staf Khusus Milenial

Rencana penerbitan sejumlah omnibus law juga disebut merampok hak rakyat untuk segelintir orang. Hal ini karena Jokowi berencana menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Amdal untuk mempermudah investasi.

Padahal, kata Asfina, dengan IMB dan Amdal saja sudah banyak terjadi perampasan tanah, air, rumah rakyat dan kerusakan lingkungan yang menimbulkan bencana.

Ketujuh, Jokowi-Ma'ruf dinilai mengabaikan dan menghambat partisipasi publik. Sebab, 100 hari pemerintahannya diisi dengan rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com