JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai, dalam 100 hari kepemimpinan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, kondisi hukum dan hak asasi manusia terus memburuk. Selain itu, perihal hak konstitusi juga kian diabaikan.
"Hal ini mengindikasikan yang akan terjadi selama lima tahun masa pemerintahan Jokowi-Ma’ruf," kata Ketua Umum YLBHI Asfinawati melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (29/1/2020).
YLBHI memetakan sembilan permasalahan utama yang muncul di 100 hari pertama kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf.
Pertama, dari segi keamanan, YLBHI menilai telah terjadi perluasan definisi radikalisme menjadi intoleransi. Hal ini terbukti dari munculnya surat keputusan bersama 11 kementerian dan lembaga tentang penanganan radikalisme dalam rangka penguatan wawasan kebangsaan pada aparatur sipil negara (ASN).
Selain definisi yang tidak jelas, pelaksanaan SKB ini menjadi sewenang-wenang.
"Tentu kita tidak suka dengan intoleransi, tetapi mengkategorikannya sewenang-wenang akan memunculkan penanganan yang salah dan tidak menyelesaikan masalah. Hal ini juga ditunjukkan dengan melibatkan TNI dalam persoalan keamanan," ujar Asfina.
Jokowi-Ma'ruf juga dinilai telah membungkam kebebasan sipil. Hal ini ditunjukkan melalui pernyataan Jokowi yang meminta Badan Inteligen Negara (BIN) dan Polri “mendekati” ormas yang menolak Omnibus Law.
Bersamaan dengan itu, dwi-fungsi aparat pertahanan dan keamanan kembali terjadi. Sebab, belakangan, tidak sedikit unsur TNI dan kepolisian yang ditempatkan di berbagai jabatan kementerian dan lembaga.
Pemerintah juga dinilai melanggengkan impunitas penuntasan pelanggaran HAM masa lalu.
Pasalnya, hingga saat ini tidak ada upaya penyidikan untuk menindaklanjuti dokumen peyelidikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat yang sudah dikirimkan Komnas HAM kepada Jaksa Agung.
Seratus hari berjalan, HAM pun dinilai semakin terabaikan. Menko Polhukam Mahfud MD bahkan mencoba memelintir tentang apa yang disebut pelanggaran HAM dengan mengatakan tidak ada pelanggaran HAM di era Jokowi.
"Demikian pula Jaksa Agung yang menyebut tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat. Pernyataan kedua orang ini menggambarkan pilihan politik pemerintahan yang mengabaikan HAM," kata Asfina.
Rencana penerbitan sejumlah omnibus law juga disebut merampok hak rakyat untuk segelintir orang. Hal ini karena Jokowi berencana menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Amdal untuk mempermudah investasi.
Padahal, kata Asfina, dengan IMB dan Amdal saja sudah banyak terjadi perampasan tanah, air, rumah rakyat dan kerusakan lingkungan yang menimbulkan bencana.
Ketujuh, Jokowi-Ma'ruf dinilai mengabaikan dan menghambat partisipasi publik. Sebab, 100 hari pemerintahannya diisi dengan rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.
Belum lagi, persoalan operasi militer ilegal di Papua. Asfina menyebut bahwa pemerintah tidak pernah mengakui melakukan operasi militer ilegal tetapi mengerahkan pasukan yang sangat banyak di Kabupaten Timika, Paniai, Puncak Papua, Puncak Jaya dan Intan Jaya.
"Akibat tidak adanya akuntabilitas untuk penurunan pasukan maka jatuh korban jiwa, pengungsi internal dan terganggunya aktivitas warga termasuk perayan Natal," ujarnya.
Kesembilan, pemerintah dinilai tengah memperlemah upaya pemberantasan korupsi. Hal ini terbukti dari revisi UU KPK dan tak kunjung diterbitkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undanh KPK.
Malah, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly melakukan tindakan melanggar etika sebagai menteri dan terindikasi terlibat dalam penghalang-halangan proses peradilan dalam kasus dugaan suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan Politisi PDI Perjuangan Harun Masiku.
"YLBHI-LBH berkesimpulan bahwa 100 hari Jokowi-Ma’ruf menunjukkan makin jelasnya perampasan hak-hak rakyat yang dapat mengarah pada kondisi ekstrem demi memfasilitasi segelintir orang untuk mengeruk sumber daya alam sebesar-besarnya, di atas pembangkangan hukum dan hak asasi manusia. Pencabutan hak rakyat dan Demokrasi di depan mata," tandas Asfina.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/30/05050001/100-hari-jokowi-ma-ruf-9-catatan-ylbhi-soal-buruknya-penegakan-hukum-dan-ham