Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Praperadilan, Ahli Sebut Wewenang Pimpinan KPK Sah meski Kembalikan Mandat

Kompas.com - 16/01/2020, 15:51 WIB
Sania Mashabi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum administrasi yang dibawa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) W Riawan Tjandra mengatakan, pengembalian mandat pimpinan suatu lembaga tidak mengenal aturan dalam hukum administrasi.

Pendapat itu ia katakan dalam sidang praperadilan eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurachman cs di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2020).

"Kalau menurut saya yang namanya penerimaan mandat engga dikenal di hukum administrasi. Karena kalau pengembalian mandat itu pengembalian tugas di pimpinan yang sama," kata Riawan.

"Tapi, kalau struktur langsung enggak ada mandat, kalau saya lihat kata-kata (mandat) itu enggak bermanfaat, kalau berakhir jabatan ya pada saat keluar surat baru dan ada proses seleksi untuk mengatakan mengikatnya (berhenti)," tuturnya.

Baca juga: Status ASN Novel Baswedan Dipermasalahkan di Praperadilan, Ini Jawaban KPK

Dia menjelaskan, ucapan pengembalian mandat tetapi tidak disertai surat keputusan (SK) pengunduran diri, pengunduran diri tidak berlaku.

Maka dari itu, Riawan menilai pimpinan KPK masih tetap memiliki wewenang tugas dan fungsinya. Termasuk perintah yang ditetapkan pimpinan KPK kala itu juga tetap sah.

"Iya (tetap sah). Jadi kewenangan-kewenangan yang dilaksakanan berdasarkan peraturan perundang undangan sepanjang tidak diuji lembaga yang berwenang, maka itu tetap sah," ucapnya

Sebelumnya, mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurachman mengajukan praperadilan terhadap KPK ke PN Jakarta Selatan.

Nurhadi cs melawan lembaga antirasuah berkaitan dengan penetapan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi pada pengurusan perkara di Mahkamah Agung tahun 2011-2016.

Baca juga: Praperadilan Nurhadi: KPK Sebut Tersangka Tak Berhak Mengajukan hingga Pengacara Klaim Boleh Berbohong

Adapun dalam gugatan ini terdapat tiga pemohon. Pemohon I adalah sang menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono. Kemudian, Pemohon II Nurhadi dan Pemohon III Direktur PT Multicon Indrajaya Hiendra Soenjoto.

Secara keseluruhan, Nurhadi diduga melalui Rezky telah menerima suap dan gratifikasi dari Hiendra dengan nilai mencapai Rp 46 miliar.

Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT, dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com