JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Tim Biro Hukum KPK Indah Oktianti menilai dalil yang digunakan eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurachman dan dua tersangka lain terhadap status penyidik keliru.
"Dalil-dalil yang diajukan para Pemohon adalah keliru, tidak benar, tidak beralasan, dan tidak berdasarkan hukum," ujar Indah saat membacakan eksepsi pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/1/2020).
Sebelumnya, Nurhadi cs mempermasalahkan status dua penyidik KPK, Novel Baswedan dan Rizka Anungnata.
Keduanya dinilai tidak berwenang melakukan penyidikan lantaran belum berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).
Status ASN itu sendiri sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU) KPK Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Namun demikian, Indah menegaskan pada saat aturan itu berlaku, penyelidik atau penyidik KPK yang belum berstatus ASN dalam jangka waktu paling lama 2 tahun dapat diangkat sebagai ASN.
Hal itu terjadi sepanjang memenuhi ketentuan peraturan dan perundang-undangan.
"Sehingga dalil para Pemohon yang pada pokoknya menyatakan bahwa penyidik Termohon harus langsung beralih status menjadi aparatur sipil adalah dalil-dalil yang keliru dan tidak berdasarkan hukum dan sudah sepatutnya ditolak," kata Indah
Sebelumnya, mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurachman mengajukan praperadilan terhadap KPK ke PN Jakarta Selatan.
Nurhadi Cs melawan lembaga antirasuah berkaitan dengan penetapan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi pada pengurusan perkara di Mahkamah Agung tahun 2011-2016.
Adapun dalam gugatan ini terdapat tiga pemohon. Pemohon I adalah sang menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono. Kemudian, Pemohon II Nurhadi dan Pemohon III Direktur PT Multicon Indrajaya Hiendra Soenjoto.
Secara keseluruhan, Nurhadi diduga melalui Rezky telah menerima suap dan gratifikasi dari Hiendra dengan nilai mencapai Rp 46 miliar.
Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT, dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.