Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selama 2019, ICW Nilai Negara Tak Maksimal Lindungi Pegiat Antikorupsi

Kompas.com - 29/12/2019, 17:05 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menilai negara belum secara maksimal melindungi pejuang antikorupsi.

Hal itu disampaikan oleh Wana dalam paparan Catatan Agenda Pemberantasan Korupsi Tahun 2019 di kantor ICW, Jakarta, Minggu (29/12/2019).

"Kami menilai di tahun 2019 negara sama sekali tidak pernah atau bahkan tidak memiliki mekanisme yang rigid dalam melindungi para pegiat antikorupsi," kata Wana dalam paparannya.

Baca juga: Pegiat Antikorupsi Akan Layangkan JR UU KPK ke MK, Ini Bedanya dengan Gugatan Mahasiswa

Misalnya, Wana menyoroti penuntasan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan yang memakan waktu cukup lama sekitar 2,5 tahun lebih.

Ia mengatakan, meski Polda Metro Jaya baru saja menetapkan dua orang polisi aktif sebagai tersangka, Kepolisian diharapkan tak berhenti pada dua orang tersangka tersebut.

Wana juga meminta Kepolisian tak terpaku pada pernyataan salah satu tersangka yang menyebut Novel seorang pengkhianat.

"Ini harus diperdalam lebih jauh untuk melihat aktor intelektualnya. Jangan sampai dihentikan di dua orang pelaku tersebut. Sehingga kita tidak bisa melakukan penelusuran lebih lanjut pada siapa misalnya aktor intelektualnya," katanya.

Selanjutnya Wana juga menyoroti penanganan teror bom palsu dan pelemparan bom molotov ke rumah dua mantan pimpinan KPK, yakni Agus Rahardjo dan Laode M Syarif.

Ia melihat pengungkapan kasus tersebut juga belum maksimal.

"Sampai saat ini belum jelas bagaimana proses tindak lanjutnya. Padahal Agus Rahardjo dan Laode M Syarif sudah menyampaikan laporannya kepada kepolisian. Tapi kita belum tahu siapa aktor di balik teror itu," katanya.

Kasus lainnya, lanjut Wana, penanganan kasus penganiayaan terhadap dua petugas KPK di Hotel Borobudur. Kasus ini dinilai Wana juga belum menemui kejelasan.

"Gimana proses selanjutnya? Apakah di kepolisian melakukan seluruh tahapan penegakan hukum secara transparan? Kita sepakat transparansi dalam penegakan hukum tidak boleh telanjang, tapi apakah masyarakat tidak boleh tahu? Jangankan masyarakat, pelapor juga harus diberi tahu," kata dia.

Selain itu, Wana juga menyebutkan masih banyak kasus-kasus teror dan intimidasi terhadap pejuang antikorupsi dari berbagai kalangan lain, seperti jurnalis, aktivis, dan akademisi.

"Yang menarik ketika bicara revisi UU KPK, capim KPK bermasalah, ada teror baru yang muncul di tahun ini, yaitu teror digital," katanya.

Baca juga: Di Konferensi Antikorupsi PBB, Novel Baswedan Singgung soal Teror terhadap Dirinya

Menurut Wana, salah satu serangan digital itu dialami oleh akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Rimawan Pradiptyo yang juga menolak revisi UU KPK.

"Dia Whatsapp-nya diretas dan dimanfaatkan dengan menebar pesan ke seluruh kontak di dalam nomor HP-nya bahwa dia setuju atas revisi UU KPK," ujar Wana.

"Kita juga sampai saat ini tidak mengetahui siapa mereka yang bermain di teror digital ini karena memang tidak banyak juga korban yang bersuara. Ketika serangan ini mengganggu harus dilihat kepolisian sebagai suatu hal penting untuk ditangani," sambung dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com