JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan uji materi Pasal 39 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 46 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjadi dasar bagi hakim Mahkamah Agung (MA) memutuskan bahwa aset First Travel disita dan diserahkan kepada negara.
Uji materi terhadap dua pasal tersebut diajukan pengacara Pitra Romadoni dan tiga orang lainnya.
Adapun Pitra juga menjadi pengacara korban First Travel. Namun, saat mengajukan permohonan uji materi, ia mengatasnamakan pribadi.
Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemohon memperbaiki sejumlah hal yang dicantumkan dalam berkas permohonan, salah satunya mengenai legal standing atau kedudukan pemohon.
"Anda harus menjelaskan legal standing saudara. Empat orang (pemohon) ini mempunyai kerugian yang potensial atau aktual terhadap pasal ini," kata Hakim Arief Hidayat dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).
Pitra Romadoni lalu menyampaikan bahwa dia dan ketiga pemohon lain mengalami kerugian potensial.
Hakim Arief kemudian meminta Pitra untuk menjelaskan kerugian potensial keempat pemohon secara detail, lantaran pemohon sebelumnya tidak memberi penjelasan dalam berkas permohonan.
"Akan kita perbaiki majelis," ujar Pitra.
Hakim Arief juga meminta pemohon memperbaiki posita atau alasan permohonan pemohon.
Sebab, dalam petitum (hal yang dimintakan) permohonan, pemohon meminta MK menyatakan bahwa Pasal 39 KUHP dan Pasal 46 KUHAP bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945.
Namun, dalam posita tidak disebutkan bagaimana kedua pasal tersebut dapat bertentangan.
Baca juga: Soal First Travel, Wamenag Akan Memfasilitasi agar Uang Jemaah Kembali
Baik Pasal 39 KUHP maupun Pasal 46 KUHAP mengatur tentang perampasan dan penyitaan dalam sebuah kejahatan.
"Kemudian di dalam positanya Anda harus mampu menunjukkan Pasal 39 KUHP dan Pasal 46 KUHAP itu bertentangannya dengan Pasal 28 UUD khususnya 28D Ayat (1) dan (2) dan Pasal 28H Ayat (4) itu apa? Harus mampu menunjukkan itu bertentangannya di mana," ujar Arief.
"Itu harus disebutkan, dinarasikan, sehingga meyakinkan kepada kita. Kan Anda pengin ini dikabulkan, kalau ingin dikabulkan ini harus jelas menunjukkan positanya atau alasan permohonannya yang meyakinkan kepada hakim," ucap dia.
Selain argumen yang kuat, tidak lupa, Arief juga meminta pemohon menyertakan bukti-bukti yang mendukung argumen pemohon.