JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengaku tidak dilibatkan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Ketahanan Siber (RUU KKS) di DPR RI.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kominfo Semuel A. Pangerapan mengatakan hal tersebut saat ditanya wartawan mengenai langkah Kominfo selanjutnya setelah RUU KKS dibatalkan wakil rakyat periode 2014-2019.
"Ini kan UU inisiatif DPR. Kami tidak tahu juga. Kami tidak pernah diajak bicara," kata Semuel saat ditemui dalam diskusi nasional bertajuk 'Kebijakan Keamanan Siber: Keamanan Negara vs Hak Publik' di gedung BPPT, Jakarta, Rabu (9/10/2019).
Baca juga: Pembahasan RUU KKS dan Perlindungan Data Pribadi Diharapkan Beriringan
Selain itu, Semuel juga menyinggung banyaknya Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terhadap RUU KKS. Oleh karena itu, ia setuju RUU KKS ini tidak disahkan pada pemerintahan periode 2014-2019.
"Diprosesnya waktu kita membahas DIM-nya lebih tebal, mungkin empat kali lebih tebal dari naskahnya," imbuh dia.
Ke depan, ia menyebut, pemerintah akan mendorong agar RUU KKS masuk ke dalam prolegnas prioritas DPR periode 2019-2024.
"Perlu masuk (prolegnas prioritas) karena kan kemarin RUU KKS sempat masuk prolegnas tapi tidak dibahas. Nanti pemerintah akan ajukan lagi agar RUU KKS bisa masuk prolegnas di DPR periode baru ini," ujar dia.
Baca juga: RUU KKS Dinilai Berpotensi Ancam Hak Privasi Individu
Saat ini sejumlah poin materi terkait RUU KKS masih tersebar di beberapa UU lainnya, misalnya UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Telekomunikasi.
"Sejumlah poin yang terkait dengan keamanan siber masih tercecer di beberapa UU lainnya, seperti UU ITE dan Telekomunikasi. Jadi yang tercecer ini perlu kita perbaiki dan mengkaji lebih dalam," ujar Samuel.
Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus (Panitia Khusus) RUU KKS Bambang Wuryanto mengatakan, RUU KKS resmi dibatalkan dan tidak bisa dilanjutkan ke periode berikutnya.
Sebab, kata Bambang, RUU KKS tidak memenuhi mekanisme tata beracara dalam pembuatan legislasi.
"Legislasi ada tata beracaranya. Karena tata beracara yang diatur dalam UU ini tidak terpenuhi dalam tatib, maka ini di-drop," kata Bambang saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9/2019).
"Tidak bisa di-carry over (dilanjutkan di periode berikutnya). Karena tidak bisa di-carry over, mulai dari nol lagi," ujar politisi PDI-P ini.
Adapun RUU KKS itu sendiri mendapat penolakan luas dari masyarakat. Salah satu alasannya adalah RUU ini berpotensi melanggar hak warga negara.
Baca juga: Pansus: RUU KKS Kemungkinan Dibahas Periode Berikutnya
Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar menilai, keberadaan RUU KKS bisa mengancam hak privasi individu.
"Kekhawatiran kita ketika RUU ini disahkan akan memberikan ruang yang sangat besar bagi otoritas untuk melakukan tindakan monitoring traffic data dan internet di Indonesia," kata Wahyudi Jumat (27/9).
Misalnya, Pasal 47 dan 48 terkait kewenangan BSSN dalam deteksi dan identifikasi. Dalam pasal itu disebutkan bahwa BSSN mendapatkan kewenangan untuk memantau lalu lintas data dan internet.
"Nah, tanpa batasan batasan yang ketat, detail dan memadai, potensi seperti ini akan bisa digunakan untuk tindakan penyalahgunaan kekuasaan. Apalagi ketika kemudian monitoring ini dilakukan dengan teknologi yang bisa mengidentifikasi perilaku orang per orang," ujar dia.