Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dewan Pers Sebut Pemblokiran Internet Justru Perburuk Situasi di Papua

Kompas.com - 30/08/2019, 14:00 WIB
Ihsanuddin,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pers meminta pemerintah segera mencabut blokir internet di Papua dan Papua Barat. Permintaan itu disampaikan kepada Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani dalam pertemuan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (30/8/2019).

Anggota Dewan Pers Ahmad Djauhar menyebut, pemblokiran internet yang dilakukan pemerintah justru memperburuk situasi Papua.

"Tadi ada permintaan sebaiknya pemblokiran internet disana dicabut. Karena itu justru menimbulkan kebingungan orang di manapun untuk mendapat informasi yang benar. Kok seolah olah ada yang disembunyikan," kata Djauhar kepada wartawan usai pertemuan.

Baca juga: Wiranto: Kalau Pemerintah Blokir Internet di Papua, Itu Bukan Sewenang-wenang

Djauhar menjelaskan, akibat pemblokiran itu, disinformasi justru akan menyebar dari mulut ke mulut. Sementara masyarakat Papua tak bisa mengkroscek kebenaran informasi yang mereka terima karena diputusnya akses internet.

"Kalau di lapangan kita lihat mungkin massa yang bergerak tidak well informed. Bisa saja disaat chaos seperti ini yang berkembang isu dan sebagainya. Mereka mungkin tidak memperoleh informasi yang jernih," ujarnya.

Djauhar meyakini masyarakat Papua juga sudah paham bagaimana mengkroscek informasi yang teruji di media mainstream.

"(Hoaks) dari mulut ke mulut itu lebih berbahaya. Kalau ada internet mereka mengecek yang sebenarnya seperti apa," ujarnya.

Djauhar menyebut Jaleswari menyambut baik usulan untuk mencabut pemblokiran internet ini. Begitu juga Dirjen Aplikasi Informatika Kemekominfo, Samuel Abrijani Pangarepan, yang juga hadir dalam pertemuan.

Baca juga: Terkait Kerusuhan di Jayapura, 30 Orang Pengunjuk Rasa Diamankan Polda Papua

Kendati demikian, belum ada kepastian yang diberikan oleh pihak pemerintah kapan pemblokiran internet ini akan benar-benar dicabut.

Di sisi lain, dalam pertemuan itu juga muncul usulan agar dibentuk lembaga otoritatif yang bisa menjelaskan kondisi di Papua. Dengan demikian, penjelasan hanya datang dari satu pintu sehingga tak menimbulkan informasi simpang siur.

Dewan Pers mengusulkan agar juru bicara yang dipilih adalah orang-orang yang netral, serta dapat diterima oleh masyarakat Papua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com